UC Fambus Family Gathering Paparkan Strategi Bisnis Keluarga

UC Fambus Family Gathering Paparkan Strategi Bisnis Keluarga

Sambutan Rektor Universitas Ciputra Yohanes Somawihardja dalam acara Family Business Gathering, Sabtu, 11 Juni 2022.-Faizal Pamungkas-Harian Disway-

Ratusan keluarga pebisnis memadati Victory Ballroom, Hotel Ciputra World, Surabaya. Mereka tergabung dalam Family Business Community, Universitas Ciputra (UC) . Dalam rangka UC Fambus Family Gathering Gen 11. Acara tersebut banyak membahas tentang bisnis keluarga. 

SABTU, 11 Juni 2022, pukul 17.00 WIB, ruang Victory Ballroom Hotel Ciputra World dipenuhi para pebisnis keluarga lintas generasi. Para pengusaha senior datang bersama istri dan anak-anaknya. 

Mereka semua tergabung dalam Family Business Community. Yakni komunitas pebisnis keluarga yang digagas oleh Universitas Ciputra. Anak-anak mereka seluruhnya adalah mahasiswa yang sedang menjalani studi di universitas tersebut. 

“Di UC, anak-anak Anda tak sekadar kuliah, tapi diajarkan untuk menjadi seorang entrepreneur. Salah satunya, enterpreneur yang meneruskan bisnis keluarga,” ujar Rektor Universitas Ciputra Yohannes Somawihardja dalam sambutannya. 

Melanjutkan bisnis keluarga butuh strategi yang tepat dan rinci. Tak mudah menjalankan bisnis yang diturunkan. Terlebih, kondisi zaman sekarang berbeda dengan zaman ketika orang tua mereka menjalankan usahanya. 

Atas dasar itulah UC berinisiatif menggagas Family Business Community. Itulah wadah bagi seluruh elemen fakultas, termasuk orang tua mahasiswa yang memiliki usaha keluarga. 

Anak-anak yang meneruskan usaha keluarga membutuhkan pengetahuan lebih untuk memahami fenomena zaman. Butuh pengalaman pula. “Kami mengajarkan kiat-kiat itu di UC. Jadi pelajaran yang diterima tak sekadar teori saja, tapi juga pengalaman praktik di lapangan sebagai seorang entrepreneur,” ungkapnya. 

Kegiatan yang diselenggarakan pada 11 Juni 2022 itu juga diisi oleh paparan dari dosen UC yang juga Direktur Family Business Center, Teddy Saputra. Tentang bagaimana orang tua mengajarkan anak-anaknya untuk menjadi seorang entrepreneur. “Selama ini banyak entrepreneur yang mewariskan ilmu bisnis kepada karyawannya. Mereka melihat, mempraktikkan, hingga bisa. Tapi lupa mengajarkan pada anak-anaknya,” ungkap dosen mata kuliah Wawasan & Etika Bisnis itu. 

Menurutnya, pendidikan entrepreneur yang diwariskan oleh orang tua pada anak-anak harus berbasis experiential learning, atau anak diajak berinteraksi dan belajar dari pengalaman. Orang tua harus memberi contoh bagaimana menjalankan usaha sembari tetap mendampingi anak-anaknya. Kemudian setelah merasa yakin, baru orang tua menguji sang anak untuk menjalankan usaha. Dengan melakukan pengawasan. 

Teknik tersebut membuat anak lebih mampu belajar ketimbang diajarkan untuk menghafal. “Sering kali budaya kita adalah budaya menghafal. Jarang berpraktik. Bahkan dalam bidang seni yang menuntut kreativitas, pelajaran yang diberikan juga hafalan. Mau bukti?” tanyanya pada hadirin. Lantas ia menugaskan semua orang untuk menggambar pemandangan. 

Bisa ditebak hasilnya, sebagian besar gambar pemandangan berupa dua gunung dengan jalan di tengah, sawah di kanan-kiri, serta sebuah rumah. “Itu salah satu cermin hafalan dalam pelajaran seni,” ujarnya. Kalimat itu tawa semua orang. 

Gambar pemandangan ini adalah salah satu peraga untuk menunjukkan tradisi hafalan dalam berkreasi.-Faizal Pamungkas-Harian Disway-

Dalam acara tersebut juga ada sesi diskusi antara orang tua pengusaha dan anaknya. Didampingi oleh dosen UC. 

Salah satunya adalah Aruwan Soenardi, owner PT Gading Murni, yang hadir bersama putranya, Evan Tirta Soenardi. “PT Gading Murni adalah usaha keluarga yang didirikan sejak 1948. Jadi kelak akan dijalankan oleh Evan,” ujar Aruwan. 

Dalam mendidik putranya sebagai penerus usaha, Aruwan menanamkan tiga hal. Yakni konsisten, tanggung jawab, dan kerja keras. “Menjalankan usaha harus konsisten. Tak boleh goyah. Harus bertanggung jawab serta kerja keras. Segala sesuatu tak dapat diraih dengan instan,” ungkap pengusaha 59 tahun itu. 

Evan juga menyadari bahwa era teknologi yang kini dihadapinya berbeda dari era ayahnya dulu. “Jadi kami sama-sama belajar. Lalu membuat komitmen bersama-sama untuk membesarkan dan merawat perusahaan,” ujar pria 25 tahun itu. 

Bagi keduanya, era teknologi justru memudahkan dalam hal jangkauan pemasaran. “Perusahaan kami dapat menjangkau wilayah-wilayah lain yang selama ini tak dapat dijangkau oleh retail offline. Tinggal menyesuaikan diri dengan strategi bisnis yang jitu,” katanya. (Guruh Dimas Nugraha) 

 

Sumber: