Mengintip Rumah Juara F1 Jenson Button di Palm Springs, California, Tak Ada Pernik-Pernik Balap!

Mengintip Rumah Juara F1 Jenson Button di Palm Springs, California, Tak Ada Pernik-Pernik Balap!

KOLAM RENANG ala spa di halaman belakang rumah Jenson Button di Palm Springs, California. -Jessica Alexander-Architectural Digest

Bintang NBA D’Angelo Russell punya lapangan basket di rumahnya. Petenis Serena Williams punya ruang khusus untuk mendisplay trofi. Bagaimana dengan rumah juara dunia F1 2009 Jenson Button? Kalau Anda membayangkan rumah liburan itu penuh pernik-pernik balap, imajinasi Anda jauh dari kenyataan.


SERBAKAYU dan rotan, kamar tidur utama ini memiliki nuansa tropis yang kuat. Tempat tidur dan kandelarnya senada. Sementara dua sofa tunggal berwarna orange itu membuat ruangan lebih menyala. -Jessica Alexander-Architectural Digest

JENSON BUTTON dan istri, Brittny, menemukan rumah di kawasan Palm Springs, California, itu secara kebetulan. Bersama dua buah hati mereka, pasangan tersebut berlibur menghabiskan akhir pekan.

’’Langsung saja kami merasakan bahwa orang-orang di sana, tempatnya, hingga arsitektur rumah-rumahnya, sangatlah mengagumkan,’’ ungkap Brittny, kepada Architectural Digest. ’’Kami memutuskan, seru banget kalau kami punya rumah di sana. Namun, waktu kami melihat-lihat rumah yang dipasarkan, enggak ada yang cocok di mata kami,’’ tambah dia.

Brittny lantas mencari-cari lewat grup ibu-ibu di kawasan tersebut. Tak butuh waktu lama, ada seseorang yang menunjukkan brosur rumah bergaya Spanish Revival modern. Pasangan Button langsung mengecek ke lokasi keesokan harinya. Dan mereka langsung jatuh cinta.

Jenson Button dan Brittny tetap tinggal di Bel Air. Rumah di Palm Springs rencananya hanya akan menjadi tempat liburan. Nah, rumah yang ditawarkan itu, cocok sekali sebagai tempat melepas penat dari kehidupan kota besar yang sibuk. Suasananya sepi. Bentang alamnya, di kaki Pegunungan San Jacinto, begitu cantik. Nuansa pedesaaannya sangat menenangkan.

’’Aku suka duduk-duduk di halaman belakang, minum di tepi kolam, dan menikmati keindahan lereng gunung di hadapanku,’’ kata Jenson Button. ’’Dan karena kami enggak tinggal di sini sepenuhnya, kami selalu merinding setiap kali kembali ke sini. Rumah ini membuat kami merasa homey, lebih dari tempat mana pun yang pernah kami tinggali,’’ lanjut pembalap 42 tahun itu.  


RUANG TAMU tampak bersih dan terang berkat cat limewash. Perapian mungil bergaya modern cocok benar dengan sofa-sofa tanpa sudut dan kandelar rotan yang artistik. -Jessica Alexander-Architectural Digest

Bagi Jenson Button, yang lahir dan besar di Inggris—dan pensiun dari F1 pada 2016—Palm Springs selalu memiliki daya tarik tersendiri. Suasana pedesaannya identik dengan kultur Amerika yang rileks dan ramah.

’’Di tempat asalku, selalu ada persepsi mistis tentang padang pasir California,’’ Jenson Button menjelaskan. ’’Kini, setelah bertahun-tahun keliling dunia, dan melihat seperti apa sebenarnya di kawasan ini, aku tiba pada kesimpulan. Kalian tidak akan pernah menemukan tempat seperti ini di belahan dunia mana saja,’’ tegas mantan pembalap Williams dan McLaren Mercedes itu.


AREA makan outdoor di halaman belakang bersebelahan langsung dengan kolam renang. Tampak makin eksotis dengan kursi makan rotan berbentuk unik dari Safavieh. -Jessica Alexander-Architectural Digest

Ketika akhirnya membeli properti di Palm Springs, rumah bergaya Spanyol itu butuh banyak renovasi. Lantai di ruang keluarganya menggunakan marmer bermotif yang membikin pusing. Dapurnya dipenuhi kabinet kayu era 90an yang norak. Brittny membongkar semuanya. Dan menggantinya dengan interior bergaya clean. Dengan struktur beton terpadu dan batu kuarsa.

Di ruang tamu, perapiannya yang kuno dibongkar juga. Digantikan dengan perapian super simpel berbentuk melengkung yang sangat modern dan elegan. Secara keseluruhan, interior yang sebelumnya terkesan sumpek disulap menjadi ruang-ruang yang lapang, dengan perabot bergaya kontemporer. Serbasimpel, tapi artistik.


DAPUR yang simpel dilengkapi meja island sangat panjang dengan countertop dari batu kuarsa. -Jessica Alexander-Architectural Digest

Rumah itu didominasi perabot kayu berbentuk lengkung. Palet warnanya adalah kombinasi putih dengan earth tone yang hangat. Sehingga nuansa yang dihasilkan adalah perpaduan antara pesona arsitektur kuno yang cantik, dengan vibes tropis modern yang menenangkan.    

Button tidak ikut-ikut dalam proses renovasi. Sang istrilah yang menangani semuanya. Meski pernah berprofesi sebagai model, Brittny punya passion khusus terhadap desain interior. ’’Waktu remaja, aku sering pergi ke pasar loak bersama orang tuaku,’’ ungkap dia.

’’Aku suka membongkar-bongkar tumpukan barang dan menemukan hal-hal tak terduga. Aku menyukai benda-benda yang yang menunjukkan craftsmanship tingkat tinggi,’’ lanjut perempuan asli California tersebut.

Tapi, untuk benar-benar mewujudkan visinya menjadi nyata, dia menggandeng desainer profesional. Yakni Tanya Stone, pendiri Tanya Stone Interiors. Dua perempuan itu klop. Brittny fokus membuat skema arsitektur, sedangkan Stone mengeksekusi konsep yang disusun bersama. Sekaligus memilihkan bahan dan memainkan pencahayaan.

’’Kami bekerja di rumah selama pandemi. Sehingga proyek ini sedikit tertunda,’’ kata Stone. ’’Namun, sisi positifnya, penundaan itu memungkinkan kami untuk benar-benar menahan diri, membahas setiap detail dengan saksama, dan memikirkan berbagai opsi. Pemahaman Brittny atas keseimbangan tekstur dan gaya sungguh mengagumkan,’’ papar dia.

Pada akhirnya, hasil kolaborasi antara Brittny dan Tanya Stone memuaskan keluarga Button. ’’Aku maupun suamiku belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya,’’ Brittny mengakui. ’’Namun, untuk ukuran mantan pembalap mobil dan mantan model, entah bagaimana kami berhasil. Kami terkagum-kagum sendiri dengan hasilnya,’’ tutur perempuan 31 tahun itu. (*)


KESAN MEWAH dalam kamar mandi yang seluruhnya terbuat dari beton cor ini hadir lewat keran air, gagang shower, dan gagang pintu warna emas. -Jessica Alexander-Architectural Digest

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: architectural digest