Hirokazu Kore-eda dan Kisah Pembuatan Broker, Dimulai dari Basa-basi

Hirokazu Kore-eda dan Kisah Pembuatan Broker, Dimulai dari Basa-basi

SUTRADARA BROKER Hirokazu Kore-eda berpose dalam sesi pemotretan di sela Festival Film Cannes, di Cannes, Prancis (26/5). -Stefano Rellandini-AFP

Ada satu sinema Asia lagi yang naga-naganya bakal menghiasi daftar nominasi di ajang penghargaan Hollywood tahun depan. Broker. Film Korea. Tapi besutan sutradara Jepang Hirokazu Kore-eda. Film itu meraih dua piala di Cannes 2022 bulan lalu. Ia kini diputar di puluhan negara. Termasuk Indonesia.


SEBELUM tiba di Cannes Mei lalu, Hirokazu Kore-eda menyadari. Ia kembali ke kota sinema itu dengan status sebagai pahlawan. Karyanya sebelumnya, Shoplifters, meraih Palm d’Or pada Cannes 2018. Kali ini, sutradara 60 tahun tersebut membawa karya terbarunya: Broker.  

’’Aku enggak merasakan pressure sama sekali sampai aku benar-benar tiba di sini,’’ ungkap Kore-eda, dalam wawancara dengan South China Morning Post. ’’Lalu aku tiba di hotel. Dan tiba-tiba kulihat ada banner bergambar filmku,’’ imbuhnya, lantas tertawa.

Sepanjang festival, setiap menghadiri skrining film, para undangan disuguhi intro Cannes 2022. Sekilas diperlihatkan Palais du Cannes, gedung bersejarah yang menjadi venue festival. Di setiap anak tangganya terukir nama-nama sutradara hebat yang pernah menang di sana. Martin Scorsese, Jane Campion, Francis Ford Coppola, Akira Kurosawa—sebut saja semua. Dan Kore-eda melihat… namanya.

’’Saat itulah aku baru merasakan pressure!’’ Kore-eda memekik.

Pada akhirnya, ia tidak perlu khawatir. Dibuat dengan sudut pandang humanis dan penuh kehati-hatian, Broker mendapatkan sambutan meriah dari para juri festival. Film itu meraih Prize of Ecumenical Jury. Aktor utama kesayangan Kore-eda, Song Kang-ho, juga dianugerahi gelar Aktor Terbaik. Hingga kini, film itu masih memuncaki box office Korea.


JAGOAN ASIA, dari kiri, Lee Ji-eun (IU), Song Kang-ho, dan Hirokazu Kore-eda tiba di karpet merah skrining film Broker di Cannes (26/5). -LOIC VENANCE-AFP

Proyek Iseng

Kore-eda, yang asli Tokyo, bertemu bintang Parasite Song Kang-ho di salah satu event di Cannes. Bertahun-tahun yang lalu. Demikian juga dengan aktor Korea lain, Gang Dong-won. Sedangkan dengan Bae Doona, ia sudah pernah bekerja sama. Kore-eda mengarahkan aktris Kingdom tersebut dalam Air Doll (2009). Sebuah film fantasi tentang boneka yang berjiwa.

Tiap kali tiga bintang Korea itu pergi ke Tokyo untuk urusan promosi film, Kore-eda selalu menyempatkan bertemu mereka. Dan setiap bertemu, mereka pasti iseng ngobrol soal proyek kolaborasi.

’’Ya awalnya semacam lip service saja. Basa-basi,’’ kata Kore-eda. ’’Tapi, pada 2016, aku berhasil menyusun skenario dengan plot pendek yang menggambarkan Song Kang-ho sebagai pendeta merangkap makelar bayi. Kisahnya berpusat pada sebuah boks bayi. Jadi basa-basinya berubah menjadi ide film yang nyata,’’ paparnya.  

Kore-eda bilang, butuh enam tahun untuk mewujudkan ide itu menjadi kenyataan. Kok ya kebetulan, proyek itu digarap bersama para aktor dari Korea. Saat ini, momentumnya menjadi pas. Seiring dengan makin populernya sinema Korea. Mulai dari Parasite, Minari, hingga Squid Game, mendapat respons luar biasa. Baik dari segi jumlah penonton maupun penghargaan.

Isu Sensitif

Ide tentang boks bayi, yang jadi fokus film Broker, terlintas di benak Kore-eda saat membuat film Like Father Like Son yang tayang pada 2013. Itu adalah film pertamanya yang memenangkan jury prize di Cannes. Sekaligus menabalkan nama Kore-eda di jajaran sutradara top di dunia.


SONG KANG-HO (kanan) dalam poster film Broker. Butuh enam tahun buat Hirokazu Kore-eda dan tiga aktor Korea sahabatnya untuk mewujudkan konsep boks bayi menjadi film utuh. -CJ Entertainment-

Waktu riset tentang sistem adopsi dan anak angkat di Jepang, ia menemukan konsep boks bayi. Didesain untuk para orang tua yang tidak menginginkan anak. Mereka bisa meninggalkan bayinya di situ. Secara anonim. Bayi-bayi itu biasanya diadopsi pasangan yang lama merindukan buah hati.

’’Aku menemukan yang seperti itu di Kumamoto. Dan sepertinya itu satu-satunya boks bayi di Jepang. Nah, ternyata di Korea juga ada sistem semacam itu. Tapi jumlah bayi yang ditinggalkan 10 kali lebih banyak daripada di Jepang,’’ ungkap Kore-eda.

Dalam pengembangannya, Kore-eda merancang Song Kang-ho dan Gang Dong-woon sebagai dua pekerja gereja. Yang diam-diam menjual bayi-bayi yang ditinggalkan di boks bayi. Aksi mereka diendus seorang polisi, yang dimainkan Bae Doona. Dua makelar bayi itu membantu seorang ibu muda, diperankan IU, untuk mencari kembali anak dia yang sempat ditinggalkan.

Sekali lagi, Broker menunjukkan ketertarikan Kore-eda terhadap konsep keluarga surrogate. Keluarga yang tidak memiliki hubungan darah. Apakah ia berupaya mengubah persepsi penonton—utamanya di Jepang dan Korea—tentang konsep keluarga tradisional?

’’Di Jepang dan Korea, pandangan soal keluarga memang konservatif,’’ kata Kore-eda. ’’Artinya, orang-orang yang menjalin ikatan keluarga bukan lewat hubungan darah, justru dapat menemukan diri mereka di luar tatanan masyarakat normal,’’ paparnya. Di Shoplifters dan Broker, tokoh-tokohnya menemukan makna keluarga setelah terlibat dalam aksi kejahatan.

’’Sulit meyakinkan penonton bahwa ada tipe-tipe keluarga seperti ini di masyarakat,’’ jelas Kore-eda. ’’Namun, dengan mengangkat orang-orang yang tidak memiliki ikatan darah, aku berharap film ini mampu membawa pencerahan. Untuk membantu kita mengevaluasi kembali nilai-nilai yang kita anut,’’ papar pria yang aktif membuat film sejak 1991 tersebut.

Broker juga mengangkat isu aborsi. Oleh tokoh-tokoh di film, boks bayi di gereja sering dilihat sebagai alternatif yang lebih baik daripada menggugurkan kandungan. Kore-eda bilang, ia tidak punya intensi untuk mengerdilkan pilihan perempuan untuk aborsi. Namun, memang begitulah pandangan orang di Jepang dan Korea tentang boks bayi.

’’Sebagian orang bilang bahwa boks bayi itu baik, karena mereka menyelamatkan nyawa bayi. Yang lain bilang bahwa boks itu mendorong perempuan untuk membuang anaknya,’’ papar Kore-eda.

’’Aku hanya ingin menunjukkan bahwa kehidupan adalah anugerah. Termasuk hidup bayi-bayi yang dibuang tersebut. Tapi aku juga ingin mnunjukkan pandangan dan nilai-nilai yang berbeda kepada penonton,’’ jelas sutradara Our Little Sister tersebut. Selamat, Kore-eda-san, Anda berhasil. (*)

Sumber: the korea herald