NU Menduniakan Islam Damai

NU Menduniakan Islam Damai

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Misalnya, mengatasi Islam garis keras di tingkat domestik, ia melambung dengan menggalang diplomasi yang menembus kekuasaan Arab Saudi. Sebab, diakui atau tidak, sebelum terjadi reformasi besar-besaran saat ini, negeri tersebut adalah pengekspor paham-paham keras dalam Islam. Ia pun tak takut risiko dengan datang ke Israel untuk mengglobalkan pemikirannya.

Hasil diplomasinya yang dibangun sejak lama tersebut terwujud dalam praktik saat ini. Terbukti, Forum R20 didukung Liga Muslim Dunia (MWL) yang dipimpin Syekh Mohammad Al-Issa. Itu adalah lembaga yang menjadi ”tangan kanan” penguasa Arab Saudi dalam diplomasi politik negeri tersebut.

MWL tidak hanya memberikan dukungan moral. Bahkan, ia bersedia menjadi co-host dengan host utamanya PBNU. Tentu ini menjadi legitimasi baru bagi NU dalam rangka menduniakan gagasan-gagasan Islam damai ke dunia global. Menjadikan Islam yang sudah hampir seabad menjadi praktik keseharian sebagian besar kaum muslim di Indonesia.

Inisiatif Staquf –demikian saya lebih suka menggunakan istilah ini– bermula dari pemahaman dia tentang problem yang sedang dihadapi dunia sekarang. Menurutnya, pemahaman Islam yang dikembangkan para ulama NU bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi problem tersebut. 

Tapi, aplikasinya tidak bisa linier seperti yang digambarkan banyak penentangnya. Diperlukan ”pertobatan” bersama dari seluruh agama yang ada di muka bumi ini. Caranya, mencari akar yang memicu konflik dengan atas nama negara. Selain juga perlunya ”menghapus” alam bawah sadar permusuhan yang dipicu oleh sejarah relasi antaragama di masa lalu.

Forum R20 didesain melalui Inisiatif Staquf untuk itu. Bersama-sama memaknai ajaran-ajaran agama masing-masing dengan tafsir baru yang bisa membawa peradaban baru dunia. Peradaban yang lebih damai dan memberikan kemanfaatan kepada umat secara keseluruhan. Dalam bahasa Islam: Agama Rahmatan Lil Alamien.

Tentu setiap perubahan menuju peradaban baru tidak mungkin terjadi secara instan. Forum itu masih harus terus berlanjut dengan langkah-langkah aplikatif di agama masing-masing. Yahya Staquf sudah memulai dari lingkungannya sendiri. Bahkan, dalam usia seumur jagung, sebagai Ketum PBNU ia telah menggelar ratusan halaqah di berbagai pesantren tentang fikih perdamaian.

Yahya Staquf meyakini bahwa KH Hasyim Asy’ari mendirikan NU bukan semata untuk mewadahi kaum Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Tapi, untuk membangun peradaban baru yang menjadi visi kakek Gus Dur tersebut. Visi awal NU bukan hanya domestik Nusantara. Melainkan, juga visi global sehingga di awal pun sudah lahir Komite Hijaz yang membawa misi Nusantara di kancah dunia.

Setiap inisiasi, setiap gagasan, dan bahkan setiap perubahan tidak mesti selalu berjalan mulus. Pasti akan ada penolakan-penolakan. Apakah penolakan skala besar maupun kecil. Apakah penolakan karena kekurangpahaman atau karena kepentingan. Semua itu pasti disadari Staquf sebagai orang yang akrab dengan teori-teori perubahan sosial.

Tapi, sering kali gagasan perubahan akan berhasil ketika mendapatkan momentumnya. Selain tentu, karena kegigihan dan kecerdikan pembawa ide perubahan. Yahya Staquf memiliki keduanya. Ia juga telah memperoleh momentumnya. Semoga. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: