Suara Nahdliyin
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Kalau untuk pos cawapres, bisa dibilang PKB paling banyak mempunyai kader. Termasuk Yahya Staquf, yang mulai muncul berita mewacanakan duet Puan-Yahya.
Juga, ada nama Erick Thohir, menteri BUMN, yang kini merapat ke NU. Untuk masuk ke komunitas NU, Erick bersedia menjadi ketua panitia pelaksana Ulang Tahun Satu Abad NU. Bukannya Erick tak berpotensi cawapres. Sangat mungkin. Pintu paling dekat maju bersama Ganjar Pranowo atau Airlangga Hartarto lewat koalisi Golkar, PAN, dan PPP. Koalisi yang banyak disebut media sebagai sekoci pendukung Jokowi itu.
Khofifah Indar Prawansa juga kader nahdliyin yang punya potensi sebagai cawapres. Sebagai tokoh Muslimat dan gubernur Jawa Timur, dia mempunyai daya tawar yang kuat. Dia juga termasuk deklarator ormas Nasdem bersama Surya Paloh, Anies Baswedan, dan beberapa tokoh. Ormas itulah yang merupakan bibit Partai Nasdem.
Kalau nanti muncul cawapres dari NU lebih dari satu, tidak perlu heran. Sejarahnya sudah pernah ada pada Pilpres 2004. Saat itu ada tiga cawapres dari NU: Hasyim Muzadi berpasangan dengan Megawati, Salahuddin Wahid mendampingi Wiranto, dan Jusuf Kalla berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Pasangan terakhir itulah yang menang.
Tampaknya, kalau sekadar kursi cawapres, bukan masalah sulit bagi nahdliyin. Yang menjadi pertanyaan, kapan kader NU di posisi capres? Seharusya masuk akal di posisi capres kalau melihat jumlah jamaah yang diperkirakan di angka 137,7 juta. Butuh tokoh besar dan momentum besar untuk menjadi solid jumlah yang sangat besar itu.
Atau, seperti yang dikatakan Kiai Hasyim Muzadi, ”Tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana.” Kalau itu, pakemnya ya cawapres. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: