Pesan Toleransi di Perayaan 58 Tahun H.M Cheng Hoo Djadi Galajapo
Suasana Acara Ngaji Budaya Apologi 58tahun Cak Djadi-Erni Prasetyo-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Semarak semangat menyampaikan pesan toleransi terekam jelas dalam agenda Ngaji Budaya Apologi perayaan 58 tahun H.M.Cheng Hoo Djadi Galajapo di Masjid Cheng Hoo Surabaya, Rabu, 8 Maret, 2023.
Indah Sabar Lembut Adil Mendamaikan (ISLAM), begitu cara Djadi Galajapo memaknai agama Islam. Ia memaparkan hal tersebut saat sesi ngaji budaya dalam rangka syukuran umurnya yang ke 58 tahun.
Para tamu undangan juga jamaah majelis Masjid Cheng Hoo menyimak dengan hikmat apa yang disampaikan Djadi saat pertemuan tersebut. Tawa sesekali merekah pada wajah para hadirin tatkala Djadi menyelipkan lawakan ketika ia berbicara.
Acara tersebut terkesan santai namun banyak pesan mendalam yang disampaikan oleh pelawak sekaligus penceramah Djadi Galajapo. Pesan spiritual itu dikemas ringan tapi tegas.
Banyak visi misi toleransi serta pelestarian budaya yang disampaikan guna menyambut zaman “kalasuba” masa kebangkitan Nusantara. Namun, Ia mengungkapkan kecemasan perihal masyarakat Jawa yang tidak bangga dengan identitasnya.
Juga kesedihannya soal pemuda yang jarang ingin menjaga dan melestarikan kesenian lokal sebagai pelawak/ludruk Jawa Timur. Maka dari itu, ia menyampaikan untuk terus mengajak generasi penerus untuk bangga dan mau melestarikan budaya.
Dalam kesempatan tersebut Djadi mengungkapkan, tema Apologi. Ia menyampaikan diumurnya yang ke 58 tahun ini, Djadi meminta maaf atas segala perbuatan sepanjang karirnya selama hidup.
Penyampaian Kajian Oleh Cak Djadi -Erni Prasetyo-
Ia juga menerangkan soal sejarah nama H.M.Cheng Hoo Djadi Galajapo yang mungkin selama ini menimbulkan polemik. “Jadi nama ini, nama haji saya. Nama asli saya Sudjadi, lalu Galajapo itu karena saya tergabung dalam gabungan lawak Jawa Pos, lalu nama Muhammad itu dari Haji Kartolo yang dititahkan ke saya,” paparnya.
Djadi Galajapo yang biasa dipanggil cak Djadi, menceritakan asal muasal nama Cheng Hoonya. Pada tahun 2003 Djadi ditunjuk oleh wali kota Surabaya saat itu, untuk menjadi moderator pada acara seminar pembauran nasional, dengan salah satu pembicaranya Prof. Bagong Suyanto Sosiolog Unair.
“Saat itu pak Bagong setelah sambutan, ia bicara kalo pembauran nasional ini kok tipu-tipu. Yang etnis Tionghoa bangga pakai nama Jawa, tapi orang Jawa tidak ada yang pakai nama Tionghoa. Beliau berbicara sambil berdiri saat itu. Beliau berharap orang Jawa juga mau pakai nama Tionghoa Lalu saya menimpalinya, nama Tionghoa itu tidak identik dengan muslim sementara kita semua ini rata-rata muslim,” ungkapnya.
“Langsung pak Bagong menjawab bahwa nama Tionghoa juga identik dengan muslim. Siapa penyebar agama islam dari China? Namanya Muhammad Cheng Hoo. Wali songo kecuali Sunan Kali Jogo juga punya nama China, Gus dur juga punya nama China,” Djadi menghentikan bicaranya. Ia melanjutkan, “Seketika itu pula saya bergetar, lalu saya berjanji seandainya saya pergi haji saya akan pakai nama Cheng Hoo,” tambahnya dengan suara berkobar.
Djadi mengatakan jika nama Cheng Hoo sebagai nama hajinya tersebut sudah diberi izin oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Nilai-nilai toleransi inilah yang ingin ia sebarkan. “Kita itu boleh berbeda-beda agama dan kepercayaan tapi ya harus tetap Indonesia yang menghargai perbedaan,” tuturnya.
Djadi juga gelisa ada penceramah yang mengajarkan intoleransi.Karena itu, ia bertekad mendeklarasikan diri sebagai Imam Besar Pelawak Indonesia.
“Saya ingin munculkan Imam besar yang pas, muncullah Imam Besar Pelawak Indonesia,” ungkap inspirator buku Meniti Jalan Tasawuf tersebut.
“Ibadahmu di dunia ini tidak dilihat dari ibadahmu kepada Allah, akan tetapi ibadah sosialmu juga,” ucap Djadi.
Piagam penghargaan yang diberikan oleh cak DJadi Kepada Pengurus Masjid Cheng hoo-Erni Prasetyo-
Acara tersebut ditutup dengan pemandangan hangat ikatan kekeluargaan saling menghargai. Sarasehan piagam yang diberikan Djadi kepada Masjid Cheng Hoo sebagai masjid teladan toleransi. Serta piagam Penggerak Anak Muda Cinta Ludruk kepada Robets Bayoned. Diakhiri dengan sesi makan tumpeng bersama seluruh tamu yang hadir, membuat kehangatan itu semakin terasa. (Alfian Nur Riski)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: