Anas, Revolusi, Kudeta, dan Korupsi

Anas, Revolusi,  Kudeta, dan Korupsi

Ilustrasi Anas Urbaningrum dan SBY -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

ANAS Urbaningrum bebas dari penjara Selasa, 11 April 2023, setelah menjalani hukuman selama 8 tahun karena kasus korupsi. Ia disambut dengan meriah oleh pendukung-pendukungnya dan dielu-elukan bak pahlawan. ANAS bahkan memberikan pidato politik di depan pintu penjara Sukamiskin, Bandung.

Begitu keluar dari penjara, Anas akan langsung menyemplung ke kolam politik yang memang sudah menjadi habitatnya. Beruntunglah Anas. Meskipun ia sudah menjadi narapidana, pengikutnya masih tetap setia. Ia akan langsung masuk partai politik yang sudah dipersiapkan pembentukannya sejak ia masih di penjara.

Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) sudah lolos verifikasi KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan akan menjadi peserta pemilu pada 2024. PKN siap memberikan posisi tertinggi dan terhormat kepada Anas Urbaningrum karena partai itu memang didirikan oleh dan untuk Anas. Ketua yang sekarang, Gede Pasek Suardika, dengan senang hati akan memberikan posisi apa pun yang dikehendaki Anas.

Loyalis Anas masih banyak tersebar menjadi jaringan yang masih tetap hidup. Selama di penjara, Anas secara rutin mendapat kunjungan dari para loyalis itu. Mereka adalah para aktivis yang berada di sekitar Anas dan kemudian dibawa masuk ke Partai Demokrat (PD) ketika Anas bergabung ke partai itu pada 2005.

Anas bergabung ke Partai Demokrat sebagai anak manis yang disayang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian menjadi presiden RI. Ketika itu PD sedang getol merekrut anak-anak muda yang dinilai mempunyai kualitas bagus dan punya jaringan luas. Selain Anas, ada kader-kader muda seperti Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, M. Nazarudin, Edy Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dan beberapa kader lain.

Anas memuji SBY setinggi langit. Anas menyebut SBY sebagai tentara cum politikus hebat yang berhasil melakukan revolusi sunyi di Indonesia. Semua puja puji itu dituangkan Anas dalam buku yang ditulisnya yang berjudul revolusi Sunyi: Mengapa Partai Demokrat dan SBY Menang Pemilu 2009. Buku itu terbit pada 2010.

Anas menyebut Partai Demokrat dan SBY berhasil melakukan revolusi mendasar dalam pengelolaan partai politik tanpa membuat kegaduhan. Perubahan revolusioner itu dilakukan dengan melakukan pendekatan kepada pemilih di level akar rumput, yang sudah menjadi apolitis akibat politik floating mass yang diterapkan Orde Baru selama 32 tahun.

SBY mendeteksi perubahan perilaku pemilih secara jitu dan menerapkan pendekatan personal yang tepat kepada semua segmen pemilih. Reformasi pasca-Soeharto ketika itu melahirkan kebingungan dan kegalauan. Masyarakat ingin kehadiran figur pemimpin yang mengayomi dan menenangkan. Sosok itu ditemukan pada diri SBY. 

Dengan pendekatan yang tepat, SBY akhirnya bisa memenangkan kontestasi pemilihan presiden meski Partai Demokrat yang dipakai sebagai kendaraan termasuk kategori partai gurem yang baru lahir. Keberhasilan SBY menjadi presiden membawa efek ekor jas bagi Partai Demokrat yang meraup 21 persen suara dan menjadi partai pemenang sekaligus menjadi partai penguasa.

Tesis Anas mengenai revolusi sunyi SBY ternyata dipakai sendiri oleh Anas untuk merebut kekuasaan Partai Demokrat. Diam-diam, Anas melakukan revolusi sunyi dengan versinya sendiri untuk menguasai Partai Demokrat. Ia memperkuat jaringannya dengan membawa teman-temannya dari jaringan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan jaringan yang ia bentuk selama aktif di berbagai pergerakan.

SBY tidak menyadari gerakan sunyi itu. Ia terkejut karena tiba-tiba saja pada Kongres Partai Demokrat 2010 Anas bisa menguasai suara dan bisa mengalahkan Andi Mallarangeng sebagai calon ketua umum yang direstui SBY. Diam-diam Anas melakukan kudeta sunyi dan berhasil merebut posisi puncak sebagai ketua umum Partai Demokrat.

SBY terlambat menyadari kudeta sunyi Anas. Namun, SBY bertekad akan merebut kembali Partai Demokrat dari tangan Anas. Dari anak manis, Anas menjadi anak yang dianggap mbalela oleh SBY. Pertempuran sunyi akhirnya pecah menjadi pertempuran terbuka.

Pada 2012 muncullah kasus korupsi pembangunan kompleks olahraga Hambalang yang diduga melibatkan Anas Urbaningrum dan beberapa kader muda Demokrat. Kasus itu menjadi pukulan telak bagi Partai Demokrat.

SBY ingin membangun partai masa depan dengan visi sebagai partai yang bersih dari korupsi. Karena itu, jargon yang dipopulerkan ketika itu adalah ”Say No to Corruption” atau ”Katakan Tidak pada Korupsi”. Iklan dan promosi besar-besaran disiarkan di berbagai media. Bintang iklannya tidak lain adalah Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Ibas, dan beberapa lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: