Mega Ganjar
Ilustrasi ganjar pranowo. -Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Talent politik Ganjar kali pertama ditemukan mendiang Prof Cornelis Lay. Ia adalah salah seorang think tank Mbak Mega sejak menjadi presiden ke-RI menggantikan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Conny –demikian dosen UGM itu biasa dipanggil– menjadi guru sekaligus rujukan moral dan etika berpolitik.
Ia mulai aktif di partai dengan bergabung di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP PDI Perjuangan yang didirikan Heri Ahmadi. Mantan aktivis mahasiswa ITB itu sekarang menjadi duta besar RI di Tokyo dan tetap dipercaya Mbak Mega memimpin badan litbang partai tersebut.
Ganjar yang memulai karier politik sebagai anggota DPR RI itu ternyata berkembang menjadi kader andalan PDI Perjuangan. Ia sepertinya memegang teguh moral dan etika politik seperti yang ditunjukkan para senior dan gurunya. Ia tetap ngugemi fatsun partai maupun moralitas politik dalam setiap langkahnya.
Misalnya, ia tak tergoyahkan ketika didesak untuk menyampaikan visi-misinya tentang Indonesia masa depan sebelum dipastikan ditunjuk sebagai bakal calon presiden. Meski, dengan sikapnya itu, ia dituduh sebagai calon pemimpin yang miskin gagasan.
”Sudah banyak yang saya pikirkan tentang masa depan bangsa ini. Tentu berangkat dari landasan yang telah dibangun Pak Jokowi. Pada saatnya pasti akan saya sampaikan ke publik,” kata Ganjar suatu saat dalam perbincangan khusus di Bali tahun lalu.
Jadi, kalaupun selama ini ia tak mengungkapkan visi dan misi –apalagi janji-janji politik– sebagai orang yang digadang-gadang sebagai calon presiden, itu bukan karena ia miskin gagasan. Tapi, lebih karena memegang teguh etika politik. Ia tak mau nggege mongso (mendahului kehendak) sebelum diputuskan parpol, khususnya Mbak Mega sebagai pemegang otoritas untuk menentukan calon presiden dari PDI Perjuangan.
Sebagai gubernur, ia juga tidak layak menyampaikan gagasan-gagasan sebagai calon presiden. Sebab, secara de facto, ia masih menjadi bawahan Jokowi yang masih menjabat sampai tahun depan. Komitmen atas etika dan sopan santun politik itu menjadi penting pada saat hal itu tak lagi menjadi pedoman bagi kebanyakan politikus kita sekarang.
Akankah loyalitasnya ke partai sekaligus komitmen kebangsaan ia mampu mengantarkannya menjadi pemimpin bangsa di tengah peta politik ekonomi dunia yang berubah dengan cepat? Tentu kita masih harus menunggu hasil pemilihan presiden yang akan berlangsung Februari 2024. Jika ia terpilih, kita juga masih harus melihat bagaimana pria asal Kutoarjo itu mengelola negara ini. Juga, penting juga menunggu siapa kelak pasangannya?
Yang menarik, deklarasi pencalonan Ganjar itu dilakukan sehari menjelang Lebaran. Saya tidak tahu siapa yang memilih momentum tersebut. Bisa saja, itu adalah pilihan Mbak Mega untuk menggunakan momentum 21 April sebagai Hari Kartini. Hari yang menjadi simbol dari perjuangan emansipasi perempuan. Padahal, sebelumnya santer disebutkan bahwa deklarasi akan dilakukan setelah Lebaran.
Entah mana yang benar. Yang pasti, pilihan waktu deklarasi tersebut merupakan pilihan cerdas. Sebab, pencalonan Ganjar akan menjadi perbincangan orang sampai ke berbagai pelosok. Ia akan menjadi salah satu tema perbincangan dari jutaan orang yang sedang mudik Lebaran. Saat mereka bertemu para keluarganya di kampung halaman. Pilihan momentum yang cerdas.
Deklarasi yang terkesan tiba-tiba itu menjadi tambah istimewa dengan kehadiran Jokowi. Padahal, presiden yang selama ini ”dilabeli” sebagai petugas partai oleh PDI Perjuangan itu sudah berada di Solo untuk berlebaran bersama keluarga. Kehadirannya menjadikan deklarasi pencalonan ganjar di Istana Batutulis menjadi lebih istimewa.
Kehadiran Jokowi tersebut menegaskan bahwa partai ini menginginkan keberlanjutan dalam pemerintahan Indonesia. Apa pun, pencapaian Jokowi selama dua periode telah menapakkan dasar yang kuat bagi bangsa ini untuk lebih maju lagi. Karena itu, di mata sebagian orang-orang, saat ini bukan perubahan yang diperlukan. Melainkan, keberlanjutan dengan percepatan.
Akankah deklarasi pencapresan Ganjar itu akan menjadi gelombang Mega Ganjar dalam Pemilu 2024? Tentu ini tidak akan sama dengan fenomena Mega Bintang yang begitu populer di awal reformasi politik akhir tahun 1990-an. Gelombang Mega Ganjar akan menjadi terwujud jika kekuatan soliditas partai di bawah kepemimpinan Mbak Mega menyatu dengan kekuatan politik Jokowi sebagai king maker.
Tampaknya perlu terus mencermati kejutan-kejutan dari dua tokoh sentral itu. Sebab, meski secara personal pengaruhnya tak begitu besar terhadap perubahan peta elektoral, penentuan cawapres dari setiap calon presiden akan sangat menentukan jalannya pilpres mendatang. Setidaknya ikut menentukan cukup satu putaran atau perlu dua putaran. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: