Misi Penting Tuan Rumah KTT ASEAN
FOTO BERSAMA pemimpin ASEAN dengan tiga negara mitra di Jakarta, Rabu, 6 September 2023.-AGENCE FRANCE-PRESSE-
Sudah saatnya negara-negara ASEAN diperkenalkan pada responsibilty to protect dalam rangka mengupayakan penghargaan pada HAM karena menjadi poin yang tidak bisa disediakan oleh Myanmar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa syarat pertama regionalisme ASEAN masihlah relevan.
Regionalisme di Asia Tenggara masih relevan dengan catatan pada syarat kedua. Yakni, ASEAN dengan mitranya, termasuk AS, Tiongkok, India, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, dan negara-negara mitra lain yang ada pada ASEAN Regional Forum, mampu menjembatani ketegangan yang ada di antara dua kekuatan besar seperti AS dan Tiongkok, atau mengatasi persoalan Rusia-Ukraina.
Insiden yang terjadi pada KTT ASEAN di Labuan Bajo beberapa waktu lalu, dengan perginya delegasi presiden Rusia yang pada saat itu diwakili Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov yang melakukan walkout, menunjukkan bahwa ASEAN masih belum dapat menjadi trusted partners yang dipercaya kedua pihak.
Peran Sentral Indonesia dalam KTT ASEAN
Sebagai tuan rumah sekaligus ketua ASEAN tahun ini, Indonesia perlu menekankan tiga peran dalam merefleksikan proses regionalisme yang berjalan di dalamnya.
Pertama, Indonesia sebagai ketua yang dapat mengakselerasi dan mengatalisasi tercapainya perdamaian intra-ASEAN maupun di luar ASEAN. Indonesia telah dikenal sebagai negara yang berdasarkan konstitusinya menjunjung tinggi perdamaian dan solidaritas global.
Buktinya, inisiatif Indonesia pada era Soekarno memberikan sumbangsih gagasan dalam Dasasila Bandung pada Konferensi Asia-Afrika 1955 hingga berlanjut pada pendirian Gerakan Nonblok di Belgrade pada 1961.
Indonesia sekali lagi harus menunjukkan bahwa dalam momentum keketuaan ASEAN, gagasan untuk menjadi ruang temu yang dapat dipercaya pihak-pihak berseteru dapat dilaksanakan. Indonesia bisa memfasilitasi negara-negara yang berseteru dalam pertemuan trilateral seperti Rusia-Ukraina-Indonesia untuk mendukung segera terselesaikannya perang di antara kedua negara.
Jika perlu, secara khusus dapat diundang pihak-pihak terkait pada konflik seperti AS, NATO, dan Uni Eropa.
Tiongkok-AS-Indonesia, dalam konteks persoalan Indo-Pasifik khususnya sengketa Laut China Selatan. Lagi-lagi, apabila diperlukan, dapat diundang negara-negara ASEAN yang tergolong claimant state.
Indonesia sangat mampu melakukan itu semua dengan berbekal kepercayaan dari berbagai negara, pengalaman dari G20 yang lalu.
Kedua, Indonesia sebagai pemimpin dalam mengartikulasi ASEAN Way untuk mengurai masalah yang membelenggu kawasan Asia Tenggara dan dunia. Indonesia dapat menawarkan cara ”Indonesian Way” dalam resolusi konflik di dunia internasional, khususnya di Asia Tenggara.
Politik luar negeri bebas-aktif semestinya tidak diartikan dalam pikiran yang secara kaku dipahami sebagai netral, tetapi lebih pada keberpihakan pada negara-negara yang secara posisi tertindas kekuatan yang lebih besar seperti Palestina terhadap Israel.
Tidak hanya itu. Dalam posisi yang lebih mikro, di bawah negara terdapat hak-hak dari etnis Rohingya di Myanmar yang harus diperjuangkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: