Belajar dari Tiongkok Bersama Dahlan Iskan dan Novi Basuki di Universitas Ma Chung

Belajar dari Tiongkok Bersama Dahlan Iskan dan Novi Basuki di Universitas Ma Chung

Dahlan Iskan di acara Ma Chung Talk di Universitas Ma Chung, Malang, Jumat malam, 8 September 2023. -Foto: Tomy Gutomo-Harian Disway-

MALANG, HARIAN DISWAY - 百闻不如一见" (bǎi wén bù rú yī jiàn): mendengar seratus kali, keabsahannya akan kalah dengan yang melihat langsung meski cuma sekali. Itulah jawaban Novi Basuki dengan mengutip sebuah Cheng Yu saat ditanya apakah keuntungan menguasai bahasa Mandarin saat mempelajari geopolitik Tiongkok.

Novi Basuki adalah pengasuh rubrik Cheng Yu (peribahasa Tiongkok) di Harian Disway. Doktor politik lulusan Universitas Sun Yat-sen, Guangzhou, Tiongkok, itu menjadi narasumber #Ma Chung Talk bertema Belajar dari Tiongkok di Universitas Ma Chung, Malang, Jumat malam, 8 September 2023. 

Selain Novi, Founder Harian Disway Dahlan Iskan juga hadir sebagai narasumber. Wakil Rektor III Universitas Ma Chung Wawan Eko Yulianto menjadi moderator diskusi. Diskusi tersebut terinspirasi dari buku Teladan dari Tiongkok yang merupakan kumpulan tulisan Dahlan Iskan yang dikumpulkan dan diselaraskan oleh Novi Basuki.

"Tentu dengan menguasai bahasa Mandarin, kita bisa lebih objektif memahami Tiongkok. Saya sering membaca berita tengant Tiongkok di media barat, distorsinya banyak sekali. Sering berbeda dengan faktanya," ujar Novi. 

BACA JUGA:Luhut: Tiongkok Siap Garap Proyek Kereta Cepat Surabaya-Jakarta

Menurut Novi, sampai sekarang masih banyak masyarakat Indonesia yang masih menggunakan kacamata buatan 1965 dalam melihat Tiongkok. Padahal, Tiongkok sudah berubah total sejak 1978 hingga akhirnya menjadi negara yang sangat maju seperti sekarang ini. 

"Salah satu modal Tiongkok maju adalah mereka memerdekakan pikiran," kata alumnus pondok pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, yang menempuh studi S1, S2, dan S3 selama 10 tahun (2010-2020) di Tiongkok itu.

Di awal Tiongkok membuka diri, banyak yang memprotes. Khawatir Tiongkok menjadi kapitalis. Namun, kata Novi, pemimpin Tiongkok saat itu, Deng Xiaoping, bergeming. "Kata Deng Xiaoping: 'kalau pikiran kita tidak mau terbuka dan merdeka untuk belajar apa pun, hanya ada satu jalan, mati saja',"  kata Novi.


Teguh Kinarto menyerahkan kenang-kenangan kepada Novi Basuki disaksikan Dahlan Iskan dan Rektor Universitas Ma Chung Stefanus Yusra M. -Foto: Tomy Gutomo-Harian Disway-

Dahlan Iskan menuturkan, komunisme di Tiongkok sebenarnya sudah bukan lagi bisa disebut komunis. Ideologi komunis di Tiongkok begitu fleksibel. Awalnya komunis di Tiongkok memperjuangkan buruh dan petani. Kemudian berkembang menjadi tiga kaki, yakni buruh, petani, dan pengusaha. Dan kini sudah menjadi empat kaki: buruh, petani, pengusaha, dan ilmu pengetahuan,'' kata Dahlan Iskan.

Fleksibilitas inilah yang membuat Tiongkok maju. Mereka tidak dikekang oleh ideologi. Justru ideologi yang harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan. "Saya berharap Universitas Ma Chung ini bisa melakukan kerja sama dengan berbagai kampus di Tiongkok untuk pertukaran mahasiswa. Kirim mahasiswa Ma Chung sebanyak-banyaknya ke sana. Dan tampung sebanyak mungkin mahasiswa Tiongkok di ini," kata menteri BUMN periode 2011-2014 itu.


Ketua Yayasan Harapan Sejahtera Tee Teguh Kinarto saat memberikan sambutan.-Foto: Tomy Gutomo-Harian Disway-

Sebelumnya Ketua Yayasan Harapan Bangsa Sejahtera (yayasan yang menaungi Universitas Ma Chung) Tee Teguh Kinarto mengatakan bahwa Dahlan Iskan dan Novi Basuki merupakan sosok yang tepat dijadikan rujukan dalam mempelajari Tiongkok. "Saya kenal Pak Dahlan sudah 30 tahun. Beliau pernah dipercaya menjadi dirut PLN dan menteri BUMN yang luar biasa," kata Teguh.

Novi Basuki juga dipuji oleh Teguh Kinarto. Terutama kemampuan bahasa mandarinnya. "Saya belum pernah menemukan satu sosok (orang Indonesia, Red) yang kemahiran berbahasa mandarinnya seperti Novi Basuki," kata owner perusahaan properti terkemuka Podo Joyo Masyhur (PJM) Group itu.  (*) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: