Membaca Peta Sastra: Menghentikan Kekerasan oleh Anak (2): Metode 11+1 ala Ayu Utami

Membaca Peta Sastra: Menghentikan Kekerasan oleh Anak (2): Metode 11+1 ala Ayu Utami

Saya happy karena sastrawan sekelas Ayu Utami mau memberi pengetahuan mengenai metode 11+1 Membaca Peta Sastra Indonesia untuk seluruh siswa kelas 10 dan 11 di SMA Asisi. -Stebby Julionatan-

HARIAN DISWAY - Ada metode 11+1 Membaca Peta Sastra Indonesia. Dibuat oleh Ayu Utami. Saya sebut metode itu adalah salah satu jawaban mengenai permasalahan pengajaran sastra pada kurikulum pendidikan bahasa Indonesia di Indonesia.

Melalui Ayu, saya mendapat kesempatan mengajarkan metode 11+1 Membaca Peta Sastra Indonesia kepada siswa SMA Asisi Jakarta. Selain Ayu, ada dukungan dari kawan-kawan sastrawan lainnya yang peduli pada isu keringnya pengajaran sastra pada kurikulum pendidikan di Indonesia. Sebut saja Debra Helen Yatim, Danny Irawan Yatim, Kurnia Efendi, dan Kanti W. Janis.

BACA JUGA: Festival Film Sastra Indonesia: Mahasiswa Unesa Tampilkan Empat Film Pendek Adaptasi Cerpen Kukila Karya Aan Mansyur

Metode tersebut tidak mengajarkan sastra Indonesia secara kanonik atau berdasarkan periodesasi tahun kelahiran sastrawannya sebagaimana umumnya pelajaran sastra yang selama ini diberikan di sekolah-sekolah. Tapi berdasarkan corak gagasan utama yang ditawarkan para sastrawannya. 

Selain itu, metode yang diciptakan Ayu menawarkan gaya pengajaran yang sederhana, populer, dan terbuka terhadap pola perkembangan gagasan para sastrawan. Melalui 11 “kata kunci” yang dipilih Ayu, ada tema yang paling penting ketika berbicara mengenai sastra Indonesia, yakni: kebangsaan.

Sebelas kata kunci tersebut: emansipasi, konflik, identitas, kemerdekaan, kemanusiaan, perang dingin, realis, non-realis, liris, non-liris, reformasi, dan sebagai tambahan ada “kata kunci” terbuka yang dapat dibuat sendiri oleh siswa. Ketika mereka menemukan sebuah isu baru yang ditawarkan oleh pengarang dari puisi/prosa yang mereka baca.

Setelah Ayu memberi paparan mengenai metode tersebut untuk seluruh siswa kelas 10 dan 11 di SMA Asisi, proses saya lanjutkan dengan kawan-kawan. Kami membagi 20 siswa menjadi dua kelompok. Mereka bebas memilih nama kelompok. Menariknya, paus sastra, H.B. Jassin, muncul. 

Setelah itu kami mengundi 10 kata kunci sebagai tugas baca. Misalnya kata “emansipasi”, maka mereka dapat membaca surat-surat Kartini atau novel Max Havelar karya Multatuli. Yang mendapatkan kata kunci “liris” dapat memilih puisi-puisi Sapardi Djoko Damono atau Joko Pinurbo.
Siswa SMA Asisi yang saya ajak untuk mengenal novel-novel Indonesia. Saya tak hanya memperkenalkan karya tapi saya juga membahas sepak terjang penulisnya dan menceritakan mengapa karya-karya tersebut lahir. -Stebby Julionatan-

Ada waktu satu bulan untuk membaca. Selama itu kami memperlengkapi para murid dengan pendalaman terhadap para sastrawan yang mewakili kata kunci. Misalnya, sebagai pengayaan materi di dalam kata kunci “liris”, Danny Irawan memberikan informasi mengapa puisi-puisi seperti yang ditulis Sapardi Djoko Damono tergolong atau disebut sebagai puisi liris. 

Bahkan Danny mengajak para siswa menyanyikan Let It Be milik The Beatles dan lagu Indonesa berjudul Komang. Untuk memberikan gambaran bahwa puisi liris dapat dibawa ke ranah yang lebih populer yakni lirik lagu. 

Bahwa puisi liris dapat semakin menyentuh jika ditambahkan iringan musik sebagaimana yang Reda Gaudiamo lakukan pada puisi-puisi Sapardi seperti Aku Ingin dan Hujan Bulan Juni.

BACA JUGA: Membaca Peta Sastra: Menghentikan Kekerasan oleh Anak (1): Meracuni Bacaan, Mengusir yang Dulce

Saat mengajar, kelas yang menurut teman-teman pengajar disebut sebagai “kelas neraka” adalah XI IPS 2. Di kelas para siswa tampak tak acuh, kurang semangat, seperti kosong, dan cenderung mengantuk. 

Para mentor kesulitan memancing respons siswa terhadap karya sastra yang temanya sedang mereka sampaikan atau bahas di kelas. Beberapa siswa pun mengakuinya di dalam angket timbal balik yang saya berikan kepada mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: