Kereta Api Surabaya Terakhir, Gugah Patriotisme Lewat Teatrikal Sejarah
Aksi teatrikal Kereta Api Terakhir Subaya di Stasiun Surabaya Gubeng untuk mengenang jasa pahlawan yang gugur.-KAI-KAI
Bombardir pada 10 November 1945 mengawali pertempuran Surabaya. Stasiun dan kereta api ditembaki pesawat Inggris. Situasi kacau. Pengungsi berbondong-bondong ke stasiun untuk mengungsi.
Perang sengit pecah. Kekacauan di depan teras Stasiun Gubeng terjadi. Sebagian besar para pengungsi ingin diangkut kereta api. Semuanya masuk ke dalam Stasiun karena ditembaki pesawat tempur.
Ketegangan terjadi di depan teras. Ada tentara Inggris akan mengambil alih Stasiun Gubeng. Para tentara Inggris itu pun ditawan AMKA dan TKR.
Setelah tentara Inggris ditawan dan dibawa masuk ke Stasiun, tiba-tiba pamflet berisi ultimatum dijatuhkan. Ultimatum dari Inggris diserahkan AMKA kepada Soedji di peron.
BACA JUGA:Magnet Teatrikal Perobekan Bendera Belanda di Surabaya
Soedji marah terhadap ultimatum tersebut. Hal itu disambut oleh AMKA dengan kebulatan tekad mempertahankan aset Kereta Api.
AMKA dan TKR kemudian menuju teras untuk membuat pertahanan.
Tak lama berselang, seorang dokter pejuang kemerdekaan, Soekardja, memberikan berita kawat tentang penembakan kereta api oleh pesawat Inggris. Soedji marah. Kertas diremas dan dilempar ke tanah.
Ia melarang kereta api berangkat siang hari dan kemudian menenangkan pengungsi yang tetap ingin naik kereta api.
Kemudian, datanglah Dr Soetopo dan Kolonel Soengkono. Mereka bersepakat untuk melakukan evakuasi sebanyak 3.000 korban pertempuran Surabaya.
Ribuan korban itu dibawa dari Rumah Sakit Simpang ke luar kota menggunakan kereta api dari Stasiun Gubeng.
Soetopo bersama Soengkono menghadap R Soedji meminta bantuan mengatur evakuasi tersebut. Soedji memerintahkan Soekarja dan Satrijo mengatur perjalanan kereta api.
BACA JUGA:Gambarkan Perjuangan Arek Suroboyo, Teatrikal Perobekan Bendera Siap Digelar Pada 22 September 2024
Selam proses evakuasi, pengamanan dibantu oleh AMKA. Proses evakuasi RS Simpang dilakukan pertama kali pada tanggal 17 November 1945 yang dipimpin oleh dr Soewandhie.
Dari Rumah Sakit Simpang, para korban ditandu menuju Stasiun Gubeng. Proses evakuasi dilakukan saat keadaan gelap gulita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: