Menunggu Penampakan Hilal Hilirisasi

ILUSTRASI Menunggu Penampakan Hilal Hilirisasi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Juga, hal tersebut mengindikasikan perlunya perbaikan tata kelola dan pembenahan investasi tanah air. Sejumlah industri asing yang sebelumnya memproduksi barang industri di Indonesia kabur ke negara tetangga seperti Vietnam, dan Thailand, bahkan India.
Pemerintah seharusnya menangkap fakta itu sebagai alarm bahaya di tengah ambisi pemerintah menggeber investasi yang menopang hilirisasi di sejumlah sektor industri, terutama pada energi baru dan terbarukan (EBT).
Tak dapat dimungkiri bahwa hengkangnya sejumlah industri yang keluar dari Indonesia tidak lepas dari kondisi dan situasi iklim usaha dalam negeri.
Sejumlah investor melihat Indonesia memiliki keunggulan, selain sebagai pusat sumber bahan baku murah juga sebagai lahan pasar yang sangat prospektif.
Namun, keunggulan itu kurang diimbangi dengan kemudahan (birokrasi perizinan) untuk berinvestasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam berbisnis.
Di samping itu, kebijakan yang terkait dengan aspek ketenagakerjaan membuat investor maju mundur. Sebab, belanja tenaga kerja juga menjadi pertimbangan besar sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.
Fakta hengkangnya investasi industri asing dari Indonesia dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja manufaktur.
Berdasar data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), pada 2024 angka serapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan mengalami stagnasi di kisaran 13,83 persen dari total penduduk yang bekerja yang berjumlah 144,64 juta orang.
Sebenarnya, pemerintah Indonesia telah menerapkan program hilirisasi sejak 2014 untuk meningkatkan nilai tambah komoditas mineral melalui pembatasan ekspor dan kewajiban pembangunan smelter.
Khususnya, memberikan dorongan pada ekspor olahan nikel sejak pelarangannya pada 2020 dengan nilai yang signifikan mencapai USD 6,8 miliar pada 2022.
Kebijakan yang dikenal sebagai hilirisasi itu memang telah membawa dampak signifikan. Sejak pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020 dan masifnya pembangunan smelter nikel di tanah air, terjadi peningkatan akseleratif nilai dan volume ekspor olahan nikel.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika pemerintahan Prabowo Subianto masih peracya diri mengandalkan program warisan Presiden Joko Widodo itu untuk menggeber pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Berdasar catatan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, ada fakta bahwa hilirisasi nikel memberikan keuntungan kepada negara hingga USD 30 juta atau sekitar Rp 450 triliun. Itu naik sepuluh kali lipat jika dibandingkan dengn 2017/2018.
Bukan hanya neraca perdagangan, gebrakan hilirisasi juga memperluas lapangan pekerjaan. Rata-rata pertumbuhan lapangan pekerjaan di sektor hilirisasi mencapai 26,9 persen tiap tahun pada empat tahun terakhir.
Di satu sisi, pemerintah telah mengeluarkan skema bahwa arah hilirisasi difokuskan pada 28 jenis komoditas yang mencakup delapan sektor sumber daya alam. Pada saat yang sama, pemerintah juga menargetkan investasi sebesar USD 618 miliar atau sekitar Rp 9.878 triliun hingga 2040.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: