Cheng Yu Pilihan Prajna Dewantara Wirata, Visual Artist: Shang Shan Ruo Shui

Cheng Yu Pilihan Prajna Dewantara Wirata, Visual Artist: Shang Shan Ruo Shui

Cheng Yu Pilihan Prajna Dewantara Wirata, Visual Artist: Shang Shan Ruo Shui-Dokumentasi Pribadi-Dokumen Pribadi

Ada ungkapan. Hidup mengalir bagai air. Ikuti ke mana arus membawa. Tak sepenuhnya salah. Tapi bukan yang demikian itu yang diyakini Prajna Dewantara Wirata. Bagi visual artist berwajah ayu itu, air dimaknainya lebih. Tak sekadar dalam geraknya yang mili. Air adalah kehidupan itu sendiri. Maka, Prajna menempatkan air secara lebih khusyuk. Serupa doa.

Ya, air adalah cara Prajna bermeditasi. Setiap kali terlibat dengan air, sejatinya secara khusus Prajna tengah bersemadi atau bersembahyang. Pun ketika melukis. Sebagai sarana atau media berkarya, air bukan lagi sekadar campuran cat. Lebih daripada itu. Air menjadi praktik terkhidmat untuk melepas keinginan duniawi demi mengingat Sang Pencipta.

Tak seperti ritual dalam agama atau keyakinan pada umumnya, ritual Prajna dalam bermeditasi tak selalu dalam posisi duduk tenang. ”Saya tak bisa yang begitu. Justru bergerak -selama itu bersama air- saya niatkan sedang menjalani hubungan yang privat dengan pemilik alam semesta,” ujar perempuan berzodiak Leo yang lahir pada 14 Agustus 1992 itu.

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan dr Evy Ervianti SpDVE Subsp DT FINSDV FAADV Dermatologist, Dosen FK Unair: Shan You Shan Bao

Lebih-lebih jika itu tirtha. Air yang disucikan Dewa. Lewat perantara para pemangku agama Hindu yang menunaskannya, hanya tirtha yang kini dipakai Prajna untuk melukis. Sebagai perempuan Bali berkasta Brahmana yang dibesarkan dalam lingkup keluarga Bhujangga Vaishnawa, pemuja Dewa Wisnu menempatkan tirtha sangat tinggi. ”Sama-sama airnya, tapi tirtha di mata saya lebih agung,” ungkap putri I Nyoman Dewantara Wirata itu.

Begitu agungnya, Prajna menjadikan tirtha sebagai pengurai simbol-simbol dalam kehidupannya. Salah satunya sebagai sarana pelepasan segala hal buruk yang membebani, mencemaskan, dan menakutkan. “Tanpa tirtha, mungkin hidup saya tak akan tertolong. Saya berusaha menyembuhkan dan memulihkan segala kesakitan dengannya,” akunya.

Demi memuja tirtha, lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, telah dua kali menggelar pameran tunggal. Bertajuk Janmashtami. Diawali yang perdana di Mola Art Gallery di Cimahi, milik perupa Mola, pada Agustus 2024. Sukses, pameran yang melibatkan kurator Anton Susanto, serta penulis Agung Hujatnikajennong dan Heti Palestina Yunani itu dibawa penyanyi Tompi ke T-Space Bintaro miliknya, pada Januari 2025. 

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Denny J.A. Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA: Du Pi Xi Jing

Lewat pameran itu, Prajna menyadari bahwa proses meditasi terus bergulir. Terus bersinambung. Terbukti, kendati pameran telah berakhir, Prajna merasakan auranya masih menggelegak. Pengaruh tirtha tak selesai mengusik daya kreatifnya. “Semua yang berbau Janmashtami masih saya pajang di studio di rumah. Berkarya pun tak bisa lepas dengan tirtha. Rasanya saya terus bergerak dan menyelam di dalamnya. Pengaruhnya begitu kuat sekaligus halus membasuh trauma hingga saya setegak ini sekarang,” ujarnya. 

Di balik tirtha sebagai media dalam berkarya, Prajna ingin berbagi pegalaman dan pesan pada semua orang tentang bagaimana berlindung dari sesuatu yang bisa sewaktu-waktu menggempurnya dari segala arah. Sebagai orang yang pernah sangat terpuruk, Prajna bersaksi, benda yang telah sangat dekat dengan kultur leluhurnya sejak lama itu, telah menyelamatkannya.

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Ndindy Indiyati Seniman Teater, Anggota Bengkel Muda Surabaya: Zi Li Geng Sheng

Selain sebagai ekspresi artistik, Prajna juga menyadari sifat cair dan anggunnya tirtha, sangatlah berdaya membantunya pulih dari segala sakit. “Saya menemukan kedamaian jiwa karenanya. Alirannya yang lembut dan kehadirannya yang menenangkan menawarkan tempat teraman dari kekacauan. Sebagai simbol pembersihan, tirtha mengantarkan saya dalam pembaruan dan pemurnian fisik dan spiritual,” tandasnya.

Maka tak heran bila Lao Tzu, pendiri ajaran Taoisme menyebut, ”上善若水” (shàng shàn ruò shuǐ): sebaik-baiknya kebaikan ialah yang seperti air. Sebab, kata Lao Tzu, ”Air menghidupi segala mahluk tanpa mencari untung” (水善利万物而不争 shuǐ shàn lì wàn wù ér bù zhēng). Dan Prajna telah membuktikannya. (Heti Palestina Yunani) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: