Kisah Tragis Cewek Cerdas, Dibunuh Suami Sendiri

ILUSTRASI Kisah Tragis Cewek Cerdas, Dibunuh Suami Sendiri.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Tahu-tahu mereka cekcok. KDRT. Diketahui seorang kerabat Lusi dari luka memar di pipi. Si kerabat tersebut kemudian melaporkan itu ke Endi. Endi pun mendatangi rumah pasutri tersebut.
Endi: ”Saya datangi rumah mereka. Saya tanyai mereka, mengapa cekcok. Kata Bagus, ia punya feeling bahwa Lusi selingkuh. Buktinya di WA, sudah dihapus Lusi.”
Dilanjut: ”Saya tanya Bagus lagi, apakah kamu tahu rumah selingkuhan Lusi? Kalau tahu, ayo kita datangi, kita temui ia bersama-sama Lusi. Tujuannya, kita minta selingkuhan itu jangan mengganggu Lusi lagi.”
Dilanjut: ”Kemudian, Bagus menjawab, itu tidak perlu. Sekarang kami saling percaya saja.”
Kejadian tersebut sekitar sebulan sebelum pembunuhan. Endi mengira, dengan jawaban Bagus itu, dugaan perselingkuhan sudah hilang. Masalah selesai. Ternyata mereka berakhir begitu.
Di TKP polisi menemukan, Lusi dan Bagus telentang di ranjang. Di dekat mereka ada anak bayi mereka tertelungkup, menangis. Sedangkan anak sulung menangis, mondar-mandir bingung melihat darah membanjiri kamar rumah mereka.
Polisi menyatakan, Bagus menikam dada dan perut Lusi dengan pisau dapur berkali-kali. Kemudian, Bagus menggores lengan kirinya, dilanjut menggores lehernya sendiri. Diduga, Bagus berniat bunuh diri, tapi belum mati. Ia dirawat di RS Karawang.
Jenazah Lusi, setelah diperiksa di RS untuk penyidikan perkara, dikembalikan polisi kepada keluarga. Kemudian, dimakamkan Sabtu, 14 Juni 2025, di desa kelahirannyi, Adiarsa Barat. Bukan di kawasan rumahnyi di Desa Lemahmulya.
Cita-cita Lusi ”menginspirasi anak-cucu” agar berjuang dalam mengisi kehidupan tidak kesampaian. Sebaliknya, dua anak Lusi melihat pembunuhan itu. Penikaman bertubi-tubi ibu mereka oleh ayah mereka. Darah membanjir. Sangat tragis. Anak-anak itu mengalami trauma psikologis superberat.
Duo pakar psikologi kriminologi, Robin Karr-Morse dan Meredith Wiley –dalam buku mereka yang bertajuk Ghosts from the Nursery: Tracing the Roots of Violence (1997)– menguraikan hasil riset tentang hal itu. Tentang trauma psikologis anak yang melihat pembunuhan orang tuanya, oleh orang tuanya.
Buku itu mengulas bagaimana pengalaman traumatik manusia usia dini dikaitkan dengan potensi perilaku kekerasan yang bisa anak itu lakukan di masa depan.
Buku tersebut secara eksplisit membahas anak-anak yang mengalami, atau menyaksikan, kekerasan berat ortu mereka berpotensi bertindak kekerasan pula di saat mereka dewasa, kelak. Dengan catatan, jika anak-anak itu tidak diterapi oleh ahli secara benar.
Maka, kasus di Karawang itu berdampak ganda. Selain mematikan korban secara sadis, juga menanamkan bom waktu yang berpotensi meledak, kelak. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: