Lockdown, Ujian Kesabaran warga Shanghai

Jumat 06-05-2022,08:55 WIB
Reporter : Esther Larosa
Editor : Doan Widhiandono

SHANGHAI, DISWAY - Tatkala banyak negara yang sudah mulai merangkak keluar dari terowongan panjang pandemi Covid-19, Tiongkok masih berjuang keras. Di Shanghai, misalnya. Sudah lima pekan kota itu di- lockdown . Sebanyak 25 juta penduduknya masih menjalani aturan protokol kesehatan yang sangat ketat.

 

Roda perekonomian turun drastis. Warga pun minta pihak berwenang melonggarkan penguncian wilayah tersebut.

 

ABC News mengutip kisah Kenie, warga Shanghai, yang sudah dikurung di dalam rumah bersama dua anak plus orang tua lanjut usia, sejak Maret. Mereka kekurangan makanan dan sulit mendapatkan pengiriman.

 

Kata Kenie, lingkungannya di pinggiran Shanghai sulit mendapat bantuan dari pemerintah. Ia pun terpaksa makan sekali sehari agar anak-anak dan orang tua bisa makan lebih banyak.

 

’’Saya tidak bisa memasak karena tidak ada yang bisa kami masak. Saya hanya punya mi instan yang tersisa. Saya sangat kecewa dan tertekan,’’ katanya.

 

Sejatinya, Kenie sangat mendukung program pemerintah. Tetapi batinnya bergejolak saat harus menjalani lockdown . Kondisi begitu sulit. Ia takut dikirim ke tempat isolasi di tengah kota bersama orang-orang yang positif.

JALAN LENGANG di distrik Jing’an, Shanghai, pada 1 Mei. Biasanya, kawasan tersebut sangat ramai.
Foto: Hector Retamal-AFP

Pengalaman di tempat isolasi itu diungkapkan Alessandro Pavanello, lelaki Italia, yang bermukim di Shanghai beberapa tahun lalu bersama kekasihnya. Katanya, di tempat isolasi itu tidak ada fasilitas mandi yang memadai. Juga tidak ada privasi.

 

Pavanello dikarantina selama enam hari. Berat badannya drop. Rambutnya memutih secara cepat. Ia hanya tidur empat jam saban malam. Katanya, ia selalu dikelilingi suara keras yang mengganggu kesehatan mentalnya.

 

Kisah-kisah seperti Kenie dan Pavanello memang bermunculan di media sosial. Namun, pemerintah bergeming. Beijing tetap menjalankan kebijakan Presiden Xi Jinping. Yakni, zero Covid . Nol penularan. Tanpa toleransi. (Esther Larosa)

 

Kategori :