SISTEM zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah bergulir sejak 2017. Keluhan yang muncul setiap tahun selalu sama: sekolah belum merata.
Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Yuli Purnomo melihat tak ada perubahan sebaran sekolah selama lima kali PPDB. Keluhan dari warga yang tinggal di pinggiran kota atau jauh dari sekolah masih muncul pada PPDB tahun ini. "Mereka yang tinggal jauh dari sekolah tidak memiliki akses yang sama dengan siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah. Semangat merdeka belajar tidak tercapai," ujar Yuli, Selasa, 24 Mei 2022. Prinsip zonasi adalah mendekatkan jarak sekolah dengan rumah siswa. Dengan begitu siswa yang tinggal di pinggiran tidak perlu berangkat jauh-jauh ke tengah kota untuk sekolah. Diharapkan cara itu, juga bisa menghapus predikat sekolah favorit. Guru dan fasilitas yang berkualitas tidak dimonopoli segelintir sekolah negeri. Meski tujuannya baik, Yuli melihat semua itu belum tercapai. Sekolah belum merata. Zonasi terus-terusan dipaksakan. "Seharusnya penataan pendidikan ini tidak cuma ditentukan jarak," ujarnya. Yuli mengusulkan adanya pembagian kuota. Menurutnya, zonasi bisa diberlakukan dengan kuota 50 persen. Sisanya tetap bisa dikompetisikan agar semua siswa memiliki kesempatan yang sama sekolah di tempat yang diinginkan. Jumlah lulusan SD di Surabaya mencapai 46 ribu. Yang tertampung di SMPN hanya 30 persen. Karena itulah kompetisi masuk ke sekolah negeri sangat ketat. "Beberapa tahun ini pemkot tidak membangun sekolah baru," jelasnya. Penambahan sekolah perlu kajian khusus. Jika dilakukan tanpa ukuran, pemkot bisa diprotes sekolah swasta yang sempat kekurangan murid. Banyak sekolah swasta yang terpaksa gulung tikar karena kuota ke SMPN ditambah dari rombongan belajar yang sudah ditentukan. Yang seharusnya 34 siswa per kelas, jadi 40 siswa lebih. Jika SMPN ditambah lagi, mereka makin sulit dapat murid. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya Utara Banu Atmoko mewanti-wanti agar pemkot tak membangun sekolah baru. Yang harus dilakukan adalah memindahkan sekolah. "SMPN di utara dan pusat kota bisa dipindahkan ke barat atau timur yang minim sekolah negeri," jelas Kepala SMP PGRI 6 Surabaya itu. Misalnya Kecamatan Gunung Anyar yang hanya memiliki satu SMPN. Persaingan sangat ketat di sana. Selain SMPN, sebaran SMA dan SMK juga belum merata di Surabaya. Mayoritas berkumpul di tengah kota. Sebanyak 15 kecamatan tak memiliki SMA atau SMK Negeri. Yakni, Asemrowo, Bubutan, Dukuh Pakis, Gubeng, Gunung Anyar, Karang Pilang, Krembangan, Mulyorejo, Pabean Cantikan, Pakal, Sambikerep, Simokerto, Sukomanunggal, Tegalsari, dan Wonokromo. (Salman Muhiddin)