Sekalipun sebenarnya sedang sedih, Gianto Wijaya Oei masih berpikir untuk membantu orang lain. Gerakan kemanusiaan yang dilakukannya menyasar mereka yang benar-benar membutuhkan di tengah pandemi.
PANDEMI layaknya lumpur tepi danau. Jika digali, tak jarang menemukan kerang-kerang dengan cangkang tertutup. Beberapa cangkang menyimpan mutiara. Jernih, mengkilat, putih di antara selubung hitam.
Di tengah carut-marut wabah, kita masih bisa menemukan pendar-pendar mutiara: mereka yang bergerak atas nama kemanusiaan. Jauh dari pamrih, selain hanya kepuasan ketika melihat para terdampak menyunggingkan senyuman. Salah satu mutiara itu bernama Gianto.
Gianto Wijaya Oei memegang buah yang disumbangkan kepada masyarakat terdampak Covid-19.Semenjak awal Covid-19 masuk Indonesia, mulai dari PSBB hingga PPKM yang berjilid-jilid, ia tak pernah absen dari kerja kemanusiaan. ”Masih ingat waktu awal pandemi, ketika masker sedang langka? Saya kebetulan punya persediaan. Langsung saya bagi secara gratis!,” ujarnya.
Langkah pertama yang dilakukan Gianto adalah membagi-bagikan masker kepada tenaga kesehatan (Nakes) di RSUD dr Soetomo Surabaya. Kemudian, ia rutin membagi-bagikan sembako, obat-obatan serta vitamin bagi para terdampak Covid-19 maupun masyarakat umum.
Gianto pernah memberikan bantuan obat-obatan yang disumbangkan untuk para anggota kepolisian di Polres Surabaya. Melalui perantaraan petugas, obat-obatan itu didistribusikan kepada masyarakat secara cuma-cuma alias gratis. Ia pernah menyalurkan bantuan dari Istana Negara kepada mereka yang terdampak pandemi.
Selama 2020 hingga 2021, dengan dana pribadi, Gianto telah menyumbangkan 3000 paket sembako. Satu paket berisi beras premium 5 kg, gula 1 kg dan minyak goreng 1 liter. Dalam satu hari, ia menyediakan sekitar 20 hingga 30 paket sembako.
Apa yang menjamin bahwa bantuan kemanusiaannya tepat sasaran? ”Tentu ada pendataan. Para pendata berasal orang-orang yang tergabung dalam berbagai komunitas yang saya ikuti. Harus tepat sasaran. Seperti janda, anak yatim, dan sebagainya,” ujar pria 49 tahun itu.
Selama ini Gianto aktif bergabung dengan banyak komunitas. Antara lain Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSTI), Asosiasi Pengusaha Pajale -padi, jagung, kedelai- (APP), Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Pepadi) dan lain sebagainya.
Semua komunitas itu ia gerakkan dalam kegiatan sosial selama pandemi. Turun langsung ke tengah-tengah masyarakat, masuk gang-gang sempit, memberi bantuan bagi mereka yang isolasi mandiri (Isoman) dan sebagainya. ”Hati nurani yang menggerakkan semangat kemanusiaan itu. Ketika saya diberi ’lebih’, maka akan saya kembalikan pada mereka yang membutuhkan,” ujar ketua DPD Bara JP Jawa Timur itu.
Pikiran dan tenaga ia curahkan bagi orang-orang yang butuh uluran tangan. Bahkan ketika Covid-19 menyerang ibunya, di sela kegundahan, ia masih memedulikan orang lain. Juni-Juli, saat sedang marak Covid-19 varian Delta, ia membantu orang-orang yang terpapar dan membutuhkan kamar di rumah sakit.
”Banyak yang tahu bahwa saya punya akses khusus. Mereka meminta saya untuk membantu mencarikan kamar di RS. Rata-rata saya tidak kenal mereka. Tapi saya tetap membantu,” ujarnya.
Saat itu terdapat sekitar 40 orang yang meminta bantuan. Baginya, masa-masa itu adalah momen penuh kesedihan. Terdapat satu keluarga yang setengah kehilangan harapan. Mereka, yang terdiri dari pasangan suami-istri dan dua anak balita, memohon kepada Gianto untuk mencarikan kamar rumah sakit yang di mana-mana telah penuh.
”Ketika itu, ibu saya yang dirawat di RS Adi Husada, Undaan, punya kamar cadangan di RS National Hospital. Langsung saya berikan pada keluarga itu,” ujarnya. Ia masih mengingat anak keluarga itu yang paling kecil, bernapas menggunakan selang oksigen.