Amandemen

Sabtu 21-08-2021,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

 

PILPRES Amerika Serikat rasa Indonesia”. Masih ingat kalimat itu? Itu adalah unggahan jurnalis internasional ABC, David Lipson, di medsos yang viral pada Pilpres Indonesia 2019, ketika Joko Widodo berkontestasi melawan Prabowo Subianto.

Ketika itu Lipson membuat unggahan ”Feeling like Indonesian politics…” yang diterjemahkan secara bebas sebagai ”Pilpres Indonesia rasa Amerika Serikat” karena kejadian di Indonesia hampir-hampir mirip atau beda-beda tipis dengan di Amerika Serikat (AS).

Hampir bersamaan dengan pertarungan Jokowi vs Prabowo, di AS berlangsung pertarungan sengit capres petahana Donald Trump melawan penantangnya, Joe Biden. Di Indonesia, kubu Prabowo Subianto tidak menerima hasil pilpres yang dianggap banyak kecurangan dan rekayasa. Prabowo lalu menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, Prabowo tetap dinyatakan kalah.

Di AS, Donald Trump juga tidak menerima hasil perhitungan suara karena menganggapnya banyak kecurangan dan rekayasa. Trump menggugat ke Mahkamah Konstitusi, dan tetap dinyatakan kalah. Bedanya, di Indonesia Prabowo lalu menjadi anak buah Jokowi setelah diangkat sebagai menteri pertahanan. Di AS Trump tetap berada di luar pemerintahan dan tetap menjadi oposisi yang konsisten menentang Biden.

Unggahan Lipson ditanggapi dengan jenaka oleh Ross Tapsell, pengamat Indonesia dari Australia. Tapsell mengunggah ”It’s not truly Indonesian politics unless Trump ends up Biden’s secretary of defense”, akan mirip politik Indonesia kalau Trump menjadi menteri pertahanan di kabinet Biden.

Paralel itu tentu hanya joke politik, tapi memang ada unsur kesamaannya. Sekarang, paralel politik AS dan Indonesia itu muncul lagi. Meski tidak mirip-mirip amat, tapi masih bisa disebut sebagai kemiripan ala Lipson dan Tapsell.

Isu amandemen sedang ramai. Di Indonesia sedang bergulir isu amandemen undang-undang dasar untuk mengubah beberapa pasal yang berhubungan dengan program kesinambungan pembangunan. Namun, isu politik yang berkembang adalah amandemen itu hanya kedok untuk memperpanjang masa jabatan kepresidenan Joko Widodo.

Lain lagi dengan di AS. Hari-hari ini isu amandemen juga lagi ramai diperbincangkan. Namun, beda dengan di Indonesia, di AS yang lagi ramai bukan isu mengamandemen undang-undang dasar, tapi penerapan Amandemen Ke-25 Konstitusi AS. 

Amandemen Ke-25 itu mengatur prosedur dan tata cara memberhentikan seorang presiden di tengah masa jabatan. Seorang senator Partai Demokrat di AS sedang menggelindingkan isu kemungkinan memberhentikan Presiden Joe Biden di tengah jalan, dengan cara menerapkan mekanisme Amandemen Ke-25 itu.

Dalam amandemen tersebut disebutkan bahwa seorang presiden bisa diberhentikan di tengah jalan karena diangap tidak mampu dan tidak layak menjalankan tugas-tugas kepresidenan. Biden tengah diterpa isu itu. Ia dianggap tidak memenuhi syarat ”fit to govern” (layak memerintah) karena beberapa keputusannya yang dianggap salah.

Berkebalikan dengan Indonesia, isu yang berkembang, amandemen dilakukan untuk memperpanjang masa jabatan Joko Widodo. Di AS amandemen diterapkan untuk memberhentikan Biden di tengah jalan.

Biden belum genap setahun berkuasa. Tapi, isu fit to govern sudah sering kali dilemparkan lawan-lawan politiknya. Bahkan, Trump sendiri berkali-kali melempar tuduhan terbuka bahwa Biden tidak memenuhi syarat fit to govern.

Di Indonesia, Jokowi sedang memasuki periode kedua kekuasaan. Para pengkritik mengatakan ia tidak fit to govern, dan muncul suara-suara yang menuntutnya mundur. Dalam penanganan pandemi Covid-19, para pengkritik menganggap Jokowi gagal dan karena itu harus mundur.

Dalam penanganan ekonomi, Jokowi juga dianggap gagal dan dinilai tidak fit to govern. Penanganan kasus-kasus korupsi dan masalah-masalah hukum serta demokrasi menambah daftar panjang, yang membuat Jokowi dinilai tidak layak memerintah. 

Tags :
Kategori :

Terkait