Kelangkaan kontainer di berbagai negara terjadi sejak tahun lalu. Pelayaran internasional menurun. Harga sewa kontainer melambung.
---BEBERAPA analis memprediksi kondisi akan membaik awal tahun ini. Ekspor ke Tiongkok jadi harapannya. Ekspor ke Negeri Panda sempat lesu karena libur panjang tahun baru Imlek.
”Saat itu analis bilang begitu, tapi saya bilang belum tentu. Bahkan sekarang lebih gila,” ujar Ketua DPC Indonesia National Ship-owners Association Steven H Lasawengen tadi malam. Ia menilai persoalannya bukan sekadar pandemi.
Steven mencoba mengamati lebih dalam. Ada beberapa hal yang sangat substantif. Pertama terjadi kelangkaan space di pelabuhan. Kedua terjadi kongesti atau penimbunan luar biasa di Singapura. Waktu tambatan kapal sangat lama. Akibatnya terjadi antrean yang sangat panjang. Kapal bertumpuk di sana. Baik yang sudah bersandar atau mengantre.
Kapal pun jadi langka. Ibarat angkutan kota, mobilnya tertahan di terminal. Penumpang yang sudah menunggu tidak terangkut. Kontainer yang sudah berisi barang ekspor bisa tertahan di kapal 2-3 bulan. ”Sementara barang yang masih di darat tidak terangkut,” katanya.
Ia menganalisis ada yang bermain dalam urusan pelayaran internasional. Operator pelayaran besar bersatu untuk memangkas space kapal.
Kelangkaan kontainer secara global membuat eksporter ketir-ketir. Mereka harus bayar mahal. Di sisi operator pelayaran tersebut menikmati hasilnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim Arief Tejo mengeluhkan tingginya harga sewa kontainer saat ini. Kondisi itu membuat banyak eksporter tidak bisa berkutik. ”Mau tidak mau ya harus menunggu,” ujarnya.
Eksporter akan menghitung biaya kenaikan tersebut. Jika masih ada keuntungan yang didapat atas kenaikan harga tersebut, mereka bakal nekat mengirim barangnya. Jika harganya tidak masuk akal maka barang akan disimpan di gudang.
Kenaikan hebat terjadi untuk sewa kontainer tujuan Amerika Serikat dan Kanada. Ongkos sewa kontainer besar ukuran 40 feet meroket lebih dari 1.000 persen. Ongkos sewa kontainer ke Kanada mencapai USD 24 ribu setara Rp 345 juta. Sementara ke Amerika Serikat mencapai USD 20 ribu atau setara Rp 316 juta. ”Itu untuk satu kontainer saja,” katanya.
Apakah ada yang tetap berani mengirim ke sana? Ternyata masih ada. Misalnya klien Arief yang mengirim tembakau ke Amerika Serikat. Mereka tetap mengirim karena secara hitungan masih untung.
Produk furniture juga masih ada yang berani ekspor. Namun kuantitasnya tentu tidak sebanyak di saat harga sewa kontainer normal.
Masalah lain muncul setelah ekspor sampai ke Amerika. Kontainer menumpuk di sana. Kapal sulit kembali tanpa barang. ”Volume tidak imbang antara Asia ke Amerika. Jadi sekarang numpuk di sana,” ujarnya.
Situasi di Eropa juga begitu. Menurutnya saat negara di Eropa menyatakan lockdown, maka industri tutup. Pekerja dirumahkan. Negara menanggung biaya hidup mereka. ”Industri yang tutup membuat tidak ada pergerakan barang,” jelasnya.