Dosma: "Selain itu, akun TikTok korban sudah di-logout oleh terduga pelaku. Riwayat percakapan di handphone korban pun sudah tidak ada. Kami duga dihapus orang yang diduga membunuh korban."
Dilanjut: "Di handphone korban ada nomor kontak, panggilan telepon di tanggal 2 September 2021 ke bawah (dan sebelumnya). Itu nggak ada. Semua dihapus. Karena sebelum polisi datang, ada jeda waktu tiga jam (dari saat kematian). Juga, ada seseorang yang mengakui dialah yang menghapusi."
Di lokasi kejadian juga ada botol bekas minuman, yang kini masih diselidiki laboratorium polisi. Sisa isi minuman masih ada. Cairan itulah yang diteliti.
Sebaliknya, polisi meyakini bahwa korban Sofian berada sendirian di rumahnya.
Kapolsek Jatinegara Kompol Yusuf Suhadma kepada pers melalui video Sabtu (18/9) menegaskan: "Korban berada sendirian saat kejadian. Tidak ada orang lain."
Tidak sinkron dengan keterangan kuasa hukum keluarga Sofian, Dosma. Tepatnya, bertolak belakang.
Walaupun, Kapolsek Jatinegara tidak memerinci, apakah Sofian sendirian selama empat jam sepanjang pembuatan film (seperti keterangan Dosma) ataukah hanya di saat detik-detik terakhir hidupnya. Atau 15 detik video yang diunggah di TikTok itu.
"Kami belum menyimpulkan, apakah ini pembunuhan atau bukan," kata Kompol Yusuf. "Kalau dugaan pembunuhan, ya. Baru diduga. Belum dipastikan. Kami masih melakukan penyelidikan."
Repotnya, ada dua hal. Pertama, bukti film di TikTok sudah terhapus. Bahkan, akun TikTok Sofian sudah dihapus juga.
Mungkin, Polri selaku penyidik kriminal meminta pihak penyelenggara TikTok, Byte Dance di Tiongkok, untuk melihat kembali video yang sempat viral itu. Tentu membutuhkan waktu terkait birokrasi dengan pihak Tiongkok.
Kedua, jenazah Sofian langsung dimakamkan, beberapa saat setelah ditemukan meninggal dunia. Pihak keluarga tidak mengizinkan dilakukan otopsi atau bedah mayat.
Dengan demikian, tidak bisa diketahui berbagai hal. Misalnya, apakah Sofian meminum sesuatu sebelum meninggal karena ditemukan botol berisi cairan di TKP. Juga, penyebab kematian. Apakah ia meninggal akibat jeratan di leher atau sudah meninggal sebelum gantung leher.
Uniknya, mengapa pihak polisi dan pengacara keluarga korban seolah tidak bekerja sama mengungkap itu. Mereka seolah berseberangan. Seandainya mereka bekerja sama, tentu akan memudahkan pengungkapan kasus.
Asumsi netral, TikToker mengunggah konten, pasti bertujuan panjat sosial. Menarik followers. Tapi, kalau pemilik akunnya mati, lantas pansos untuk kepentingan siapa? (*)