Solusi, lanjutnya, adalah kewaspadaan pemerintah dan masyarakat untuk mencegah calon teroris kena ”proses eskalasi sosial yang alami”. Brainwashing.
Sageman mantan konsultan US Secret Service. Penasihat khusus wakil kepala Staf Intelijen Angkatan Darat AS. Pejabat politik untuk Pasukan Bantuan Keamanan Internasional di Kabul, Afghanistan, 1980-an. Ia, mewakili pemerintah AS, mendukung mujahidin Afghanistan melawan pendudukan Uni Soviet.
Sejak 1995 Sageman telah mewawancarai 41 teroris di Afghanistan. Dan, menganalisis 34 tindakan terorisme di sana. Yang pengalamannya ia tulis di buku tersebut.
Menurutnya, secara historis, tanggapan pemerintah AS terhadap terorisme menggunakan metafora perang. Mengancam dan menggunakan stereotip tertentu. "Itu memperburuk masalah. Mengarah solusi ekstrem," katanya.
Padahal, terorisme problem sederhana. Harus dicari tahu, mengapa orang jadi teroris? Ingatlah, pada dasarnya manusia bersifat baik. Tidak membunuh.
Jawabnya (dijawab Sageman sendiri), teroris adalah orang-orang kecewa. Terhadap suatu kondisi sosial di masyarakat. Walau, tidak semua orang kecewa jadi teroris.
Sageman: ”Kekecewaan, ditambah hilangnya self-efficacy, adalah inti orang bergabung dengan kelompok teroris. Kalau sudah gabung ke kelompok, mereka benar-benar jadi teroris. Karena ada brainwashing di situ."
Catatan: self-efficacy adalah rasa percaya diri seseorang terhadap kemampuannya menyelesaikan suatu hal hingga sukses. Artinya, individu yang memiliki self-efficacy tinggi, berarti ia yakin bisa mengerjakan sesuatu. Dan sukses.
Gampangnya, teroris adalah orang yang tidak pede menjalani kehidupan sosial di dunia. Butuh pendorong psikologis. Lalu, datanglah mereka ke kelompok teroris. Kemudian jadi terlalu berani. Maju, bom bunuh diri. Berani mati, bukan berani hidup. Yang, menurut mereka, sulit.
Dengan analisis Sageman itu, pemerintah dan masyarakat AS diharapkan tahu solusinya.
Sageman tidak menukik lebih dalam, mengapa ada orang kehilangan self-efficacy? Yang, pastinya terkait kehidupan masa kanak-kanak mereka.
Yang jelas, "Mengatasi terorisme dengan kekerasan adalah omong kosong," tegasnya. Maksudnya: Percuma. Itu bukan solusi.
Meskipun, kenyataannya teori ilmuwan tidak sinkron dengan tindakan politis. Di AS. Terbukti, menghadapi megateror tragedi 9/11, Presiden Amerika George W. Bush langsung memerintahkan: Perang....
Sebab, Bush pasti dikecam habis rakyatnya seumpama tidak perang.
Tapi, analisis Sageman lebih pada: Mencegah orang jadi teroris. Bukan, bagaimana cara menghadapi negara yang sudah diserang teroris. Sebab, ia ilmuwan. Bukan politikus.
Di Indonesia, BNPT adalah lembaga yang sejurus dengan analisis Sageman. Mengatasi napiter yang kehilangan self-efficacy. Kehilangan pede. Galau.