Mengejar Kesan dengan Impresionis

Rabu 22-09-2021,01:04 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Beberapa karya Toro dalam unsur warna merah sangat dominan itu bisa disimak dalam Kelenteng Fuk Ling Miao yang berlokasi di Yogyakarta. Atau Mr. Red Face #2 dan Red Warrior yang menggambarkan prajurit Keraton Solo dari samping dan belakang dengan detail batik, keris dan baju merahnya.

Klenteng Fuk Ling Miao, salah satu karya Toro dalam unsur warna merah yang sangat dominan. Kelenteng ini terletak di Yogyakarta. (Untoro Tanu Merto untuk Harian Disway)

Untuk mencapai warna merah yang sempurna itu, Toro meraihnya dengan merah asli dari cat air. Namun sebelum harus disiapkan referensi objek dengan pencahayaan yang bagus. ”Dalam Mr. Red Face #2, pencahayaannya oke banget. Jadi detail-detail lekukan kain bisa terlihat dengan jelas kan,” terangnya.

Untuk pewarnaan objek semacam itu, teknik layer by layer diterapkannya. Semakin ditimpa layer berikutnya, maka warna akan semakin kuat. Toro sendiri ternyata menempatkan layer yang menimpa dengan kepekatan yang lebih dari layer sebelumnya.

Prosesnya dimulai dari warna dasar atau merah merata. Diikuti shading atau menggelapkan warna yang seharusnya gelap. Baru detailing. ”Berapa kali layer by layer itu dilakukan, setiap perupa punya trik. Saya sih tidak lebih dari empat atau lima kali. Sebab kalau berlebihan maka jenuh warnanya,” paparnya.

Dari pengalaman, bila ada area yang perlu warna merah yang cenderung lebih gelap, seperti lipatan kain, ia menambahkan warna prussian blue (biru tua, Red). Dalam campuran dua warna dua itu, didapatkan hasil merah tua. Kadar ketuaanya tergantung dari banyak-sedikit campuran prussian blue.

Satu hal yang menarik dalam karya Toro adalah bagaimana ia memecah objek. Dari satu frame menjadi dua frame untuk menghasilkan ide lukisan yang lebih menarik. Misalnya tecermin dalam lukisan ibu dan anak yang sejatinya satu frame. Namun dipecahnya menjadi dua karya yang berdiri sendiri-sendiri. New Generation dan First Step.

Berjudul Behind The Beauties, karya ini sebenarnya terdiri dari tiga karya yang berada dalam frame berbeda-beda namun disatukan hingga lebih menarik. (Untoro Tanu Merto untuk Harian Disway)

”Saya sengaja lakukan agar jadi tak biasa. Daripada tetap menjadikannya satu karya yang utuh ibu dan anak. Sebaliknya, kadang menggabungkan beberapa objek dari frame yang berbeda ke satu frame akan menghasilkan ide karya yang berbeda dari yang lain,” ungkapnya.

Itu bisa dilihat dalam Behind The Beauties. Sebenarnya ketiganya berada dalam frame berbeda. ”Tentu dengan tetap memperhatikan komposisi, cahaya, dan wajah ketiganya agar masih terlihat natural. Seperti saling ada interaksi di antara mereka. Itulah kesan,” paparnya.

Dengan impresionis, Toro yang sehari-harinya bekerja tak jauh-jauh dari dunia seni rupa sebagai landscape designer itu, merasa dimudahkan. Didukung basic-nya sebagai arsitek, impresionis makin memungkinkannya membuat karya dengan kecenderungan gambar arsitektural yang baik. ”Bisa rapi, cermat, dan memperhitungkan perspektif sebagai bangunan komposisi, adalah kelebihan impresionis,” terangnya.

Namun bagi Tor,a kenikmatan melukis cat air lebih pada meditasi. Suasana hati, pikiran dan lingkungan ketika melukis haruslah mendukung. Setidaknya, selalu ada suara musik ketika ia melukis. ”Jadi ketika melukis gadis Bali ya saya pilih musik Bali. Ketika melukis prajurit keraton, pasti ada musik gamelan Jawa yang mengiringi,” ucapnya.

Bagaimana ketika sedang plein air atau melukis on the spot di jalanan? ”Ya suara lalu lalang mobil atau hiruk pikuk suara pasar itulah musiknya,” tegasnya. Wah asyik dong. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait