PANDEMI Covid-19 terus melandai. Surabaya dan 27 kabupaten/kota di Jawa Timur berada di level 1 PPKM. Spuluh kabupaten/kota lainnya masuk level 2. Ini memberi sinyal bahwa tak lama lagi Jawa Timur akan memasuki zona hijau. Tentu saja, jika tidak muncul kluster-kluster baru karena pelonggaran kegiatan masyarakat.
Membaiknya keadaan ini tentunya harus segera diikuti dengan langkah pemulihan ekonomi. Sebab, kondisi ekonomi Jawa Timur cukup memprihatinkan. Pada triwulan II 2020, ekonomi Jatim mengalami kontraksi hingga 5,98 dan diikuti tiga triwulan berturut-turut. Pada triwulan III 2020, ekonomi Jatim tumbuh negatif 3,61, lalu -2,64 dan -0,44 pada triwulan I 2021. Baru pada triwulan II 2021, ekonomi tumbuh 7,05 yoy (dibanding triwulan II 2020).
Berbeda dengan sebelum pandemi, dalam lima triwulan ini pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu lebih rendah daripada nasional. Secara nasional pada triwulan II ekonomi tumbuh 7,07 persen.
Hal ini tentunya harus menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pemerintah harus mencari sumber pemulihan itu untuk mengakselerasi pertumbuhan. Salah satu yang bisa diharapkan adalah ekonomi syariah. Sebab, dalam beberapa tahun ini ekonomi dan keuangan syariah menunjukkan pertumbuhan luar biasa.
Secara nasional, pada akhir 2020 aset keuangan syariah mencapai Rp 1.770 triliun. Itu terdiri dari aset pasar modal Rp 1.063 triliun, bank syariah Rp 593 triliun, dan industri keuangan non-bank syariah Rp 113 triliun. Di sektor bank syariah, meski tertekan pandemi, hingga triwulan II 2021 ini pembiayaan tumbuh double digit. Pembiayaan bermasalah gross juga bisa ditekan ke angka 3 persen.
Hal yang diyakini memberi dampak besar pada ekonomi syariah Indonesia adalah perkembangan regulasi dan peningkatan ekosistem industri perbankan dan keuangan syariah. Selain itu juga dukungan politik yang kuat. Di antaranya, dengan adanya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang diketuai langsung Presiden Joko Widodo.
Pengembangan ekonomi syariah ini juga harus diikuti dengan penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang secara umum bergerak di bidang-bidang ekonomi syariah. Untuk ini, pemerintah harus menjadikan Bank Syariah Indonesia (BSI) memiliki komitmen tinggi untuk membiayai UMKM. Dengan aset Rp 270 triliun dan menjadi bank terbesar ke-7 di Indonesia, kapasitas BSI untuk memberikan pembiayaan UMKM akan sangat besar.
Jawa Timur sendiri memiliki Bank Jatim dan Bank UMKM yang juga memiliki kapasitas yang besar. Jumlah UMKM yang mencapai 10 juta seharusnya bisa menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi. Selama ini, 57,25 persen PDRB Jawa Timur bersumber dari UMKM. Ini berarti, jika UMKM bisa didorong, maka pemulihan ekonomi Jatim juga akan lebih cepat.
Bagi Jawa Timur, sumber pemulihan ekonomi juga bisa digerakkan dari pondok pesantren. Dengan jumlah pesantren sekitar 6.000, maka usaha pesantren memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Sekitar satu juta santri dan jutaan keluarga santri bisa menjadi captive market bagi usaha milik pesantren.
Program One Pesantren One Product (OPOP) bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan usaha pesantren ini. Apalagi, Jawa Timur juga memiliki event tahunan Festival Ekonomi Syariah yang pekan ini digelar Bank Indonesia di Tunjungan Plasa. Business matching dalam event ini bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produk-produk unggulan pesantren dan UMKM.
Faktor penting dalam menggerakkan ekonomi syariah ini adalah komitmen yang kuat dari pemangku kepentingan Jawa Timur. Di level nasional, key person dalam pengembangan ekonomi syariah adalah tokoh-tokoh kuat. Selain Presiden dan Wapres sebagai Ketua dan Ketua Harian KNEKS, ada Men-BUMN Erick Thohir sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Juga Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang menjadi Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). Sudah saatnya tokoh-tokoh kuat Jawa Timur juga menjadi motor dalam mengembangkan ekonomi syariah yang bisa menjadi sumber pemulihan ekonomi. Wallahu a’lam. (*)
*Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Universitas Airlangga.