Lainnya, ada brand para skater, Thrasher, yang dipelesetkan menjadi Therasi Sambal, atau Reebok yang diparodikan jadi Robeek’. Begitu juga dengan brand Mitsubishi yang berubah jadi Mustibisha. Termasuk parodi seragam tanding tim sepak bola terkenal.
Kreasi unik Kamengski bukan hanya sedap dipandang. Tapi punya nilai lebih karena mengundang tawa. Lewat jargon yang dekat dengan keseharian anak muda. Sebut saja logo legendaris Star Wars yang dia pelesetkan jadi Setelan Warteg.
Slam Dunk yang mendadak nyempil di nama penyanyi keroncong kenamaan Hetty Koes Endang, menjadi Hetty Koeslamdunk. Kaus band cadas Megadeth lalu dibelokkan menjadi Megizeth. Terinspirasi dari nama pedangdut Meggy Z.
Penggabungan logo tepung beras Rose Brand digabungkan dengan nama band Gun’s n’ Roses. Brand mewah Gucci diplesetkan menjadi Cuci Gudang. Motorhead, band rock asal Inggris dimaknai eksplisit. Motor bermakna kendaraan roda dua dan head adalah kepala. Maka, jadilah pria yang meletakkan motor di atas kepalanya.
Ada kaus plesetan seragam tandang Manchester United musim ini. Jersey Juventus era tahun 2000-an tak luput dari materi guyonan. Sampai kemeja motif kasur kapuk yang sangat identik itu bisa dipakai untuk seru-seruan.
Jika ditarik mundur lagi, Kamengski dimulai Said pada 1998. Waktu itu, ia kuliah Jurusan Desain Komunikasi Visual di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Terbiasa berhadapan dengan teori dan disiplin ilmu desain, Said menemukan cara seru dalam menerapkan karya.
Ia membuat sesuatu yang berlawanan dari kaidah formal desain visual. Maka Kamengski lahir sebagai wadah untuk menampung ide-ide gila di kepala Said dan tim. Inspirasi kebanyakan datang dari apa yang biasa dilihat sehari-hari. ”Saya menjalaninya dari awal buat senang-senang. Kamengski adalah makanan buat jiwa. Sifatnya rohani,” imbuhnya.
Meskipun menciptakan karya, Said lebih suka disebut sebagai tukang gambar. Alih-alih seniman visual. Ia hanya mau disebut penggemar dari mangaka Akira Toriyama, Jun Takahashi (desainer pakaian dari Jepang), dan seniman jalanan Banksy dari Inggris.
Tak ada kiat khusus hingga barangnya terkenal disukai anak-anak muda. ”Melayani saja. Ke Papua saya ladenin walaupun ongkos kirimnya tak murah. Kamengski tidak pernah menggunakan promosi jenis apa pun untuk produknya. Semua cukup dengan media sosial,” terangnya.
Karena makin banyak permintaan, ia meresponsnya sembari terus berkarya. Menggambarkan imajinasi demi imajinasi parodi yang ada di otaknya. Ia juga ambil kesempatan mengkritisi pemahaman streetwear sebagai pakaian yang digunakan di mal atau pusat perbelanjaan.
”Penggiatnya harus menyadari bahwa seharusnya pakaian itu dipakai di jalanan. Merepresentasikan kultur masyarakat Indonesia sehari-hari. Pemaknaannya sudah bukan lagi soal gaya dan eksklusivitas. Saya tidak ingin mereka merasa bangga memakai produk saya. Pemakai merasa relevan dengan pesan yang tersemat di pakaian," katanya.
"Kamengski dibuat sebagai bahan bercanda. Jadi mereka harus merasa bahagia memakainya. Itu perasaan yang harus dirasakan lebih utama,” lanjut Said, menegaskan. (Ajib Syahrian Nor)