Bekerja sama dengan seniman sekaligus pengusaha perempuan, Yanami Juan, Gegoek memproduksi benda-benda untuk cenderemata di Lombok. ”Karya saya yang di-print banyak dibeli oleh wisatawan lokal maupun mancanegara di sana,” ungkap alumnus Arsitektur Universitas Diponegoro itu.
Sketsa-sketsa berobjek landsekap kota atau perkampungan, dijadikan ilustrasi mug oleh perpustakaan Undip. ”Sketsa saya rata-rata tentang pemandangan kota atau perkampungan. Khas teknik arsitektur. Tapi kalau sketsa, jarang saya ikut sertakan dalam pameran,” ungkapnya.
Meskipun berobjek sederhana dan bergaya realis, namun sketsa-sketsa Gagoek dianggap berkarakter kuat. Garis dan sudut pandang komposisinya tertata rapi. ”Buku-buku milik para penulis ternama dan akademisi kerap menggunakan lukisan saya sebagai cover. Ya itu kebanggaan,” katanya.
Sebut saja Omah Baluwarti: Merawat dan Melestarikan Kawasan Restriksi, Jurnal Kajian Kebudayaan Sabda terbitan Undip, Kebertahanan Pemukiman Di Tepian Kali Pontianak, serta Mengenal Lebih Jauh Masjid Islam Jawa. Berkisar tentang seni arsitektural atau kajian-kajian budaya, serta sejarah bangunan dari berbagai daerah.
Selain berkarya dalam seni rupa, Gagoek rupanya juga menulis buku yang memuat karya fiksinya. Terangkum dalam kumpulan cerpen berjudul Kelelawar. Buku itu masih berbau hobi Gagoek karena dihiasi ilustrasi dari karya-karyanya sendiri. Buku lainnya tentang sketsa Nias.
Bersama seniman Augustinus Madyana Putra, Gagoek menulis buku pedoman menggambar berjudul Merekam Bentuk Ruang dalam Bahasa Gambar. ”Saya bukan pelukis yang hebat. Saya bukan ahli gambar. Tapi saya senang. Apa saja harus berlandaskan senang. Kalau sudah begitu semua jadi mudah,” terangnya.
Menurut Gagoek, selain sebagai hiburan, sebisa mungkin seorang pelukis membuat karya yang banyak digemari orang. Jangan lupa, setelah itu, karya bisa diperlakukan sebagai apply art. Dimanfaatkan sebagai produk yang bernilai jual. Maka tak heran, Gagoek pun mau mengerjakan mural. Dikerjakan bersama kawan-kawan sesama pelukis.
”Untuk mural, saya menggunakan teknik skala untuk menentukan posisi objek, proporsi, serta komposisinya. Melukis di media besar atau kecil itu tak jadi soal. Yang penting, fokus objeknya. Agar tak salah, bisa menggunakan skala,” ungkap pria satu cucu itu.
Kini, ia sedang giat-giatnya membuat komik. Seolah tak mau ketinggalan zaman, ia menggambarnya menggunakan tablet. ”Malah lebih bagus lho dengan tablet. Gambar salah tidak dibuang. Tinggal diedit atau dihapus bagiannya. Setelah itu bisa di-save,” tuturnya, lantas tertawa. (Guruh Dimas)