Ia mengaku pernah ditanya atasanya. Tentang efektivitas pelatihan melalui daring. Menurutnya, cara itu lebih efektif karena mukanya tampak semua. "Yang ngantuk kelihatan. Demikian juga yang tak serius," tutur Didik.
Jaksa bintang tiga itu memang tergolong jaksa intelektual. Sudah banyak karya buku yang diterbitkan. Terutama tentang berbagai pengalaman dan hasil kinerjanya sebagai pejabat aparat hukum.
Ia sangat produktif dalam menulis buku karena sebelum menjadi jaksa pernah bekerja sebagai wartawan. Itu dilakukan sejak kuliah di Fakultas Hukum Brawijaya dan setelah lulus. Pikirannya tentang hukum juga sangat progresif. Tidak normatif.
Dalam menyelamatkan aset Pemkot Surabaya yang bernilai triliunan rupiah, ia gunakan pendekatan hukum progresif. Misalnya, pemegang hak aset negara itu bisa dibebaskan dari jerat pidana sepanjang mengembalikan asetnya ke negara.
Didik hanya salah satu yang merasa mendapat berkah dengan adanya pandemi ini. Berkah akibat musibah yang menimpa seluruh umat manusia di seluruh dunia.
''Dalam blue print nasional, sidang online ditargetkan mulai berlangsung tahun 2030. Namun, akibat pandemi ini, target itu bisa maju sepuluh tahun. Kini semua sudah bisa melakukan sidang online,'' tuturnya.
Perubahan dalam sebuah sistem selalu melalui dua cara. Penularan dan pemaksaan. Penularan lebih membutuhkan waktu panjang karena memerlukan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai baru.
Sementara itu, pemaksaan biasanya lebih cepat. Apalagi jika pemaksaan tersebut dengan menerapkan sistem baru yang membuat setiap orang tidak bisa mengelak. Mereka terpaksa harus mengikutinya karena menyangkut hidup dan mati seseorang.
Pandemi Covid ini telah memaksakan perubahan dalam setiap lini kehidupan. Mulai sistem sosial dalam masyarakat hingga sistem dalam lembaga formal seperti pemerintahan. Salah satunya adalah interpersonalisasi hubungan.
Teknologi seringkali menjadi agen perubahan yang paling dahsyat. Ketersediaan teknologi yang diikuti paksaan alam menjadikan perubahan semacam taken for granted, sesuatu yang tak mungkin ditawar, oleh siapa pun.
Penerapan teknologi informasi secara masif di lingkungan kita menjadi makin cepat berlangsung akibat pandemi Covid. Jika tidak ada pandemi, masih perlu 10 tahun lagi untuk bisa menyaksikan sidang pengadilan secara online. Juga, dibutuhkan waktu lama untuk mengenalkan teknologi itu sampai ke pelosok-pelosok desa.
Penanganan pandemi sudah mulai menorehkan hasil. Sebentar lagi sudah menuju kepada situasi normal. Namun, ada hikmah yang akan tertinggal karenanya. Apa itu? Literasi teknologi informasi yang meluas dan masif.
Jadi, terkadang kita perlu melihat sisi positif dari setiap peristiwa. Apalagi kalau bisa mengambil manfaat akibat perubahan yang diakibatkannya. Masa depan masih panjang. (*)