Maka, kalimat Pigai: "... mereka bunuh rakyat Papua..." jadi kalimat rawan. Sebab, ada rentetan pembunuhan di Papua.
Kalau ditambahi kalimat Pigai: ".... Sampai titik darah penghabisan", dunia medsos lebih ramai lagi. Bersemangat. Sebab, itu kalimat kuno. Mengingatkan pada pekik pejuang kemerdekaan RI melawan penjajah, 1945.
LETUPAN DIBALAS RANGKULAN
Tapi, Indonesia bukan negeri tempat orang-orang cemen. Yang gampang cengeng. Tidak. Bukan begitu.
Mengutip pernyataan Presiden Jokowi: Indonesia dihuni 714 suku dan punya 1.001 bahasa (Jokowi, debat capres ke-4 di Jakarta, Sabtu, 30 Maret 2019). Ini negara besar. Dengan ratusan karakter suku yang berbeda-beda. Menyatu dalam NKRI.
Tokoh yang disebut di cuitan Pigai, Ganjar Pranowo, tahu-tahu didatangi segerombol mahasiswa Papua di hotel tempat Ganjar menginap di Jayapura, Papua, Minggu (3/10) pagi.
Mereka para aktivis mahasiswa dari GMNI, PMII, PMKRI, HMI, GMKI, dan BEM Universitas Cenderawasih.
Ganjar yang sedang sarapan di resto hotel buru-buru menemui para mahasiswa. Yang wajah mereka terlihat garang-garang. Tapi, mereka semua tersenyum saat bertemu Ganjar.
Salah satunya mengatakan bahwa Papua dan Jawa Tengah adalah bersaudara. "Torang samua basudara, Bapa..."
Suatu kehangatan karakter, khas Papua. Luar biasa menyejukkan. Ganjar menjabat tangan-tangan mereka dengan erat. Tangan generasi muda, calon pemimpin bangsa.
Lantas, mereka diundang Ganjar, sarapan bareng, ngopi bareng. Lantas, mereka ngobrol sebagaimana saudara.
Ganjar ke mereka: "Kalian kuliah belum masuk, kan? Terus aktivitas sehari-hari apa? Tidur sajakah?"
Para mahasiswa senyum-senyum. Sungkan, gaya Papua.
Ganjar lanjut, menunjuk pemuda: "Pantas, itu perutnya gendut..."
Mereka ketawa ngakak. Seolah tanpa sekat. Bagai bapak dan anak-anak. Keakraban itu sampai jelang siang. Mareka pamitan.
Seorang di antara mereka, Ketua GMNI Jayapura Ricky Bofra, mengatakan kepada pers, mereka sengaja menemui Ganjar untuk diskusi.