Harley Prayuda, Dulu Aktif di Radio, Kini Eksis di YouTube

Jumat 08-10-2021,04:00 WIB
Editor : Nanang Prianto

Selama mengelola radio SCFM, pada 1997, Harley berkesempatan untuk mendalami dunia kepenyiaran. Atas undangan Pemerintah Amerika Serikat, melalui Departemen Penerangan negara tersebut. Ia mengelilingi 8 kota di Amerika Serikat untuk studi. Atas perantaraan Internasional Visitor Program Broadcasting Management.

Pada April 1998, Harley ditunjuk menjadi perwakilan Indonesia untuk mengikuti The International Broadcaster Conferences di Washington DC. Saat itu ia banyak membahas masalah child survival. ’’Semua atas undangan dari Voice Of America,’’ kenangnya.

Setelah kembali dari AS, ia mengundurkan diri dari SCFM. Lalu bertualang di berbagai radio di Surabaya. Kariernya berkembang. Mulai dari Suzana Radionet, lalu jadi Station Manager EBS FM. Kemudian pindah ke televisi, menjadi program manager JTV, lalu dibajak Spacetoon untuk dijadikan direktur.

Sebagai orang yang lama berkutat di radio, Harley menyebut bahwa industri tersebut dapat bertahan lama. Bahkan semakin berkembang apabila diintegrasikan dengan internet.

’’Industri radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lain. Karena mampu menjangkau kelompok masyarakat dengan sasaran yang spesifik,’’ ujarnya. ’’Artinya, radio mampu menjangkau pendengar atau penggemar potensial di manapun dan kapanpun,’’ paparnya.

Berbeda dengan radio masa lalu yang terbatas pada medium frekuensi, radio masa kini banyak betebaran di dunia maya. Dalam bentuk aplikasi-aplikasi yang menarik. Video-video yang diunggah Harley di YouTube juga masih memakai sistem radio. Bedanya, ia memuat suara yang menjelaskan tampilan-tampilan visual. ’’Saya kerjakan sendiri naskahnya. Suaranya juga suara saya,’’ ujar pria asli Bandung itu.

Radio juga menjadi materi disertasinya ketika menempuh studi doktoral, jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran Bandung. Judulnya, Integration Of Conventional And Internet Media In Private Radio Broadcasting Institutions. Ia berhasil mempertahankannya pada sidang promosi doktor. Tepatnya pada 12 November 2014 lalu.

’’Saya orang beruntung yang bisa menikmati empat dekade media. Dari era 80-an sampai sekarang. Kini, saatnya mentransfer ilmu untuk banyak orang,’’ tandasnya puas.

Ketika terjun sebagai pengajar Ilmu Komunikasi, langkahnya jadi makin mudah. Selain karena ia memiliki basic keilmuan pendidikan, ia juga berkecimpung dalam dunia media serta praktisi selama puluhan tahun. Menjadi praktisi sekaligus akademisi tentu membuat metode mengajarnya pun lebih mudah dipahami oleh anak didiknya.

Long Live Education

Seorang pendidik, menurut Harley, harus menguasai tiga poin. Pertama, knowledge atau wawasan. Kedua, skill atau kemampuan. Dan yang ketiga adalah mentality, atau mentalitas. Ketiga poin itulah yang diharapkan dapat ditularkan kepada para mahasiswanya.

’’Juga saya ingatkan, bahwa selamanya kita masih akan terus belajar,’’ tuturnya. ’’Long live education. Jangan kalah sama saya, lho. Saya usianya semakin matang, semakin produktif,’’ tambahnya, kemudian tertawa.

Maka selain harus memperkaya literasi sebagai sumber pengetahuan, seorang pendidik harus inovatif. ’’Memberi contoh pada mahasiswa jelas mudah. Karena contohnya bisa langsung tentang saya dan berbagai inovasi yang telah saya lakukan,’’ ujarnya.

Dalam mengajar, utamanya mata kuliah Manajemen Media, harus diarahkan pada industri kreatif. Kata Harley, itulah realitanya sekarang. Segalanya serbadigital. ’’Jadi saya ingin membentuk mahasiswa menjadi seorang kreatif. Punya kreasi yang mampu berdaya-saing dan menyesuaikan zaman,’’ tuturnya.

Industri media kini berada dalam era digital. Generasi saat ini harus pandai-pandai beradaptasi. Bagi Harley, dalam usia sekarang saja ia masih mampu menelurkan ide kreatif dan survive di industri digital, tentu anak-didiknya juga pasti bisa. (Retna Christa-Guruh Dimas)

Tags :
Kategori :

Terkait