Setelah mendalami psikologi, ia melihat ada banyak sekali keunggulan pesantren ketimbang sekolah konvensional. Setiap santri diajarkan kesederhanaan, keikhlasan, ketabahan, serta ketaatan pada guru. Lingkungan pesantren sangat percaya bahwa menghormati guru adalah syarat dari mengalirnya ilmu.
Semua sikap itu terbawa sampai sekarang. Hubungan antarsantri terbawa sampai mati. Mereka terbiasa tidur, makan, belajar, dan mengaji bersama. Jika ada yang sakit, semua saling membantu. “Makanya banyak santri yang bersahabat sampai tua,” lanjut politisi PKB itu.
Perkataan kiai juga selalu membekas di hati santrinya. Termasuk pesan almarhum ayahnya sendiri. Saat masih SD, sang ayah pernah berpesan. “Nak, kalau suatu saat jadi kades, bupati, gubernur atau presiden, jabatan yang dipilih orang, ingat, jabatan itu hanya amanah. Hanya alat bukan tujuan,” ucap anak kelima dari 10 bersaudara itu.
Saat terpilih sebagai anggota DPRD Jatim dan kini jadi Bupati Pamekasan, Baddrut merasa pesan itu sangat membekas di hatinya. Tempaan selama jadi santri pun kini sangat terasa efeknya. “Kaya tidak merasa kaya, miskin tidak inferior,” kata Baddrut lalu mengajak kami keliling Pamekasan. Ia sendiri yang mengemudi. (Salman Muhiddin)