ANCAMAN datangnya Gelombang Ketiga Covid-19 itu riil. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, dalam empat pekan terakhir, ada peningkatan kasus Covid-19 di 105 kota di Indonesia. Presiden Joko Widodo mengingatkan agar masyarakat tidak terlalu euforia dengan kondisi yang melandai saat ini.
“Dari arahan yang diberikan presiden, kita terus diingatkan bahwa harus waspada terhadap datangnya gelombang selanjutnya,” ujar Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan pers virtual, kemarin (25/10).
Kasus masih naik-turun. Oleh karena itu, kata Luhut, pemerintah segera melakukan banyak hal antisipatif. Presiden, kata Luhut, meminta khusus kepada para pembantunya untuk meninjau langsung ke 105 kabupaten/kota tersebut. Bakal diturunkan tim khusus ke lapangan untuk mengintervensi wilayah-wilayah tersebut. ”Terkadang dianggap terlalu ketat, tapi kami tidak punya pilihan,” jelasnya.
Pemerintah, lanjut Luhut, berupaya mengendalikan jumlah kasus harian. Harus di bawah 2.700 kasus per hari. ”Ini kita masih bersyukur. Rata-rata kasus harian kita masih di bawah 1.000 dalam seminggu terakhir. Seminggu ke depan harus lebih hati-hati,” jelas Luhut.
Menurutnya, jumlah kasus yang kecil itu merupakan hasil dari penanganan yang baik. Yakni penerapan protokol kesehatan dan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment). Selain itu, strategi lain juga terus diupayakan. Salah satunya, dengan menerapkan pengawasan di setiap transit transportasi.
”Semua itu dilakukan untuk mengantisipasi libur natal dan tahun baru,” paparnya. Sebab, diperkirakan peningkatan mobilitas masyarakat naik drastis. Menurut survei Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub), mobilitas masyarakat Jawa-Bali di perjalanan akan naik sekitar 19,9 juta.
CALON PENUMPANG di Bandara Juanda mengikuti swab test PCR sebelum melakukan perjalanan. (Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)Peningkatan pergerakan penduduk tersebut berbanding lurus dengan tingginya potensi persebaran virus. Yakni jika tanpa penerapan prokes yang ketat dan upaya 3T yang maksimal. Untuk itu, persyaratan tes usap PCR bakal diberlakukan di seluruh tempat transit transportasi.
”Secara bertahap penggunaan tes akan dilakukan di mode transportasi lain untuk mengantisipasi periode natal dan tahun baru,” kata Luhut. Ia juga menyinggung banyaknya kritik terkait pemberlakuan PCR sebagai syarat penumpang pesawat terbang. Terutama mengenai harga.
Sesuai arahan presiden, harga tes usap PCR akan s diturunkan. Dari Rp 495 ribu menjadi Rp 300 ribu. Masa berlakunya pun diperpanjang menjadi 3x24 jam. ”Jadi perlu dipahami. Alasan persyaratan tes PCR ini diterapkan karena mobilitas masyarakat naik sehingga risiko penyebarannya pun juga semakin naik,” tandasnya.
Pemberlakuan tes usap PCR sebagai syarat penumpang pesawat terbang itu diterapkan di Bandara Internasional Juanda sejak Minggu (24/10). Oleh karena itu, terminal I juga menyediakan layanan tes PCR. Selama dua hari terdapat sekitar 250 calon penumpang yang melakukan tes.
”Baru satu yang gagal terbang karena hasil tesnya menunjukkan positif,” ujar Manajer Angkasa Pura Support (APS) Cabang Juanda Wukirjo, kemarin (25/10). Ia setuju pemberlakuan hasil PCR sebagai syarat penerbangan. Mengingat proses perjalanan via pesawat terbang cukup lama.
CALON PENUMPANG pesawat di Bandara Juanda memindai QRCode Peduli LIndungi sebelum memasuki areal check-in. (Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)Sementara itu, Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo terjadi karena ada hal yang kurang dipahami oleh masyarakat. ”Kenapa tidak cukup vaksinasi saja yang menjadi syarat? Kok ditambah hasil tes PCR? Dua hal ini yang harus dipahami,” jelasnya.
Bahwa vaksinasi dan tes usap PCR adalah dua hal yang beda. Punya fungsi yang juga berbeda. Pertama, vaksinasi bertujuan untuk menambah kekebalan personal. Bukan sebagai penjamin agar tidak terpapar virus.
”Tapi, kalau orang sudah divaksin lalu terpapar maka gejalanya tidak sampai berat. Jadi untuk menekan risiko penyakitnya. Itu disebut preventif disease,” jelas Windhu. Kedua, tes usap PCR diperlukan untuk menekan risiko persebaran virus. Sebab, jika seseorang diketahui positif harus segera melakukan isolasi. Tidak boleh keluyuran.
Bahkan Windhu juga berpendapat agar pemberlakuan tes usap PCR ini diterapkan tidak hanya di bandara dan stasiun. Tetapi juga di terminal bus. Sebab, terminal juga merupakan tempat orang berkerumun. Risiko penularannya juga sangat tinggi. ”Banyak terjadi pelanggaran prokes di sana. Apalagi di dalam bis. Itu bisa memicu lonjakan juga,” ungkapnya.