Menyusul kesuksesan buku Pena di Atas Langit, Tofan Mahdi meluncurkan Pena di Atas Langit 2. Terbit 334 halaman, apa saja yang Tofan tulis kali ini?
Meskipun tak lagi bekerja di media massa, kebiasaan Tofan sebagai jurnalis tak pernah ia tinggalkan. Maka, selama mengunjungi beberapa negara terkait tugas-tugasnya, pria kelahiran Pasuruan 47 tahun lalu itu tak pernah lupa membuat catatan. Khas jurnalis, semua ringan dibaca siapa saja.
Sejumlah tulisan itulah yang kemudian diterbitkannya menjadi buku Pena di Atas 2 yang baru saja luncur Jumat (29/10). Seperti gaya menulisnya yang reportatif, tulisan dalam sekuel Pena di Atas Langit itu tetap beraroma jurnalis. Tofan tak hanya bercerita namun menambah nilah news dalam paparannya.
Misalnya tentang negeri jiran Singapura yang tidak memiliki potensi wisata alami tetapi sukses membangun ikon-ikon ”kepalsuan” yang sukses menarik jutaan wisatawan. Ada pula catatan perjalanan ke Uni Emirat Arab. Sebuah negara di Teluk yang maju, modern, dan beradab.
Pengalaman saat ia berhaji dan umroh menjadi pengalaman yang direkamnya. Hingga catatan mendalamnya tentang kunjungannya ke Norwegia. Bahkan ada singgungannya tentang konflik Israel-Palestina. ”Semua saya tulis dengan gaya bahasa yang ringan khas tulisan wartawan,” kata mantan Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos ini.
Sebagai orang yang sibuk menjadi praktisi komunikasi industri sawit, menulis itu justru tak mengganggu aktivitasnya. Malah, Tofan merasa pekerjaannya sebagai wartawan tak pernah hilang sehingga mampu menulis untuk buku pertamanya pada pertengahan 2019.
Ada yang sama dengan buku sebelumnya, yaitu masih bercerita tentang jalan-jalan ke mancanegara. Tak lupa, SVP Communication and Public Affairs PT Astra Agro Lestari Tbk itu menyelipkan harapannya tentang Indonesia dalam beberapa tulisan yang agak reflektif.
Tentang caranya menulis yang enak mudah seperti jurnalis umumnya, buku karya Tim Editor pada program Fellowship Jurnalis Perunahan Perilaku (FJPP) kerja sama Dewan Pers RI dengan Satgas Nasional Covid-19 itu mendapatkan apreasiasi. Salah seorang itu adalah Duta Besar RI di Singapura, Suryopratomo.
”Darah wartawan pada diri Tofan Mahdi membuat semua yang ia alami menjadi sesuatu yang menarik untuk ditulis,” kata Suryopratomo dalam Catatan Singkat Sahabat yang dimuat dalam buku karya Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) tersebut.
Tofan berharap buku Pena di Atas Langit 2 memperkaya khasanah literasi di Indonesia. Apalagi di tengah serbuan teknologi komunikasi digital, minat baca masyarakat semakin rendah. ”Semoga semakin banyak masyarakat Indonesia yang kembali membaca buku,” tegasnya. (Heti Palestina Yunani)