Suam istri EL, 35, dan Ia, 32 serta dua anak mereka mencuri sebuah tabung gas isi 3 kg. Di warung Muhammad Yusuf di Kwitang, Jakarta Pusat, Minggu (31/10). Tabung sudah dijual, pelaku ditangkap polisi. Akhirnya dibebaskan.
---------------
Mengapa dibebaskan? ”Korban sudah mencabut laporan. Diselesaikan secara restorative justice,” kata Kapolsek Senen Kompol Ari Susanto saat dikonfirmasi Selasa (2/11).
Bukankah pencurian delik pidana biasa? Bukan delik aduan? Arti pidana biasa, meski korban mencabut laporan polisi, perkara pidana tetap berlanjut.
Memang. Tapi, bukan ke situ arah kasus tersebut. Melainkan, restorative justice. Sesuai arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat fit and proper test di DPR, 21 Januari 2021.
Kompol Ari: ”Terus, rencananya dari Polsek Senen akan memberikan bantuan kepada tersangka dan keluarga. Kami akan memberikan pengecekan kesehatan dan lain-lain.”
Mengapa begitu? Sebab, tersangka EL mengatakan ke polisi, begini:
"Nama saya EL, dan ini istri saya. Kami melakukan ini karena kebutuhan rumah tangga Pak... Buat sehari-hari, makan, ya, kebutuhan aja, Pak. Karena saya benar-benar sulit buat hidup."
Pengakuan EL itu divideokan Polsek Senen dan dibagikan kepada pers.
EL: "Ini buat kebutuhan hidup kepepet, makanya saya bisa melakukan ini sehingga saya khilaf. Mohon dimaafkan."
EL dan IA sudah dibebaskan Selasa (2/11).
James Dignan dalam bukunya, Understanding Victims and Restorative Justice (2005), mengungkapkan, istilah restorative justice dicetuskan Albert Eglash (1977).
Sedangkan Albert Eglash adalah psikolog yang pada 1950-an bekerja melayani narapidana di penjara.
Eglash melihat kebutuhan narapidana bertanggung jawab atas perilaku mereka yang menyakiti orang lain dan memikirkan nilai rehabilitasinya. Eglash ingin orang-orang memahami nilai dalam membuat restitusi ketika mereka menyakiti orang lain.
Kerja Eglash itu ia bukukan, berjudul Restitution in Criminal Justice: A Critical Assessment of Sanctions (1977).