Koleksi Buku Abad ke-18 sampai Novel Hot

Sabtu 06-11-2021,15:05 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Selain itu, bahasa juga menjadi kendala. Sebagian besar buku ditulis dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Jepang. 

Maka, hanya ada dua golongan pembeli di Balzac. Yakni para kolektor dan peneliti. Sejauh ini belum ada anak muda yang menjadi pelanggan. 

“Di perpustakaan nasional, Kementerian, DPR, MPR, buku-buku ini pasti ada, hanya sosialisasinya kurang,” jelas lelaki kelahiran Solo, 7 Maret 1978, itu. “Orang-orang tahunya perpustakaan adalah tempat baca dan mencari buku. Padahal, selain itu mereka juga menyimpan arsip sejarah,” tambahnya. 

Terkadang, akses terhadap buku-buku bersejarah tidak dibuka untuk umum. Dikhawatirkan, bisa semakin rusak. 

Maka, Harri juga menjual buku-buku edisi baru. Agar, buku-buku tua bisa terus menetap di rak Balzac. Sebab, akan fatal jika jatuh di tangan orang yang salah. 

Beberapa buku didigitalkan di halaman Instagram @catatan.nusantara. Ini merupakan proyek sosial milik Harry dan kawannya. Yakni, dalam rangka usaha preservasi dan kompilasi informasi-informasi tentang Indonesia. Semua orang dapat membaca. Tanpa dipungut biaya. 

Harri sebenarnya tidak mematok harga pada semua buku vintage -nya. Kecuali, jika bekerja sama dengan penerbit buku. 

Ya…, asalkan balik modal dan perputaran uang bisnis lancar.

Koran Medan Moeslimin terbitan 1924 yang cukup spesial. Ketika itu, pimpinan media tersebut sedang dipenjara.
(Foto: Jessica Ester untuk Harian Disway)

 

Harri juga menjual banned books atau buku terlarang. Biasanya, menceritakan tentang ideologi sayap kiri. 

“Ya, bukan berani (dalam mengoleksi buku terlarang). Takutnya juga ada,” kata Harri. Namun, ia ingin menunjukkan bahwa peristiwa itu pernah hidup di Indonesia. Jangan sampai hilang dari sejarah. 

Begitu Orde Baru naik, buku-buku kategori banned books dilarang beredar. Jika ketahuan, langsung dibakar. Menurut Harri, buku-buku terlarang itu masih ada karena disimpan oleh pejabat atau tentara. Bisa juga turun temurun. 

Ada pula buku yang dibuang. Ketika masuk ke pemulung, buku itu akan dilebur menjadi bubur kertas untuk menciptakan lembaran kertas baru. “Kami-lah (para pedagang buku bekas) yang menyelamatkan,” kata Harri.

Sejak SMP, Harri sudah gemar membaca buku. Dari komik, majalah, hingga sastra semua dibabatnya. Tak terhitung lagi berapa buku yang dia baca.  “Sekarang, levelnya sudah beda, bukan baca buku lagi. Tapi, liat aja sudah kaya menikmati lukisan,” cerita Harri sambil menatap bukunya.

Selama di kios, Harri menunjukkan tulisan bersejarah lainnya. Seperti arsip dengan tanda tangan Soekarno, buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer berbahasa Jepang, buku Nurnaningsih, koran-koran lama, buku “panas” Enny Arrow, dan masih banyak lagi. 

Beberapa buku jadul itu bahkan dibingkai dan dipajang oleh Harri di museum mininya.

“Setidaknya ini bukti bahwa sejarah Indonesia tercatat dan terdokumentasi dengan baik. Selain dikenalkan, ini juga wajib dirawat keberadaannya. Diselematkan secara fisik,” tutur Harri. (Doan Widhiandono)

Tags :
Kategori :

Terkait