ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) baru saja merilis hasil temuan mereka. Mobilitas masyarakat se-Jawa-Bali naik. Bahkan, kembali normal seperti sebelum masa pandemi awal 2020.
Artinya, risiko persebaran Covid-19 juga meningkat. Itu berpotensi memicu melonjaknya kasus. WHO pun merekomendasikan data tersebut agar bisa dijadikan acuan pemerintah. Yakni, untuk menentukan langkah pencegahan. Apalagi, bulan depan ada libur Natal dan tahun baru.
Pemerintah juga mewaspadai varian AY.4.2 atau disebut varian Delta Plus. Sebab, varian yang menjadi penyebab melonjaknya kasus Covid-19 di Eropa itu sudah masuk negara tetangga pada 26 Oktober. Yakni, Singapura dan Malaysia.
Namun, Kementerian Kesehatan segera memastikan bahwa belum ada varian Delta Plus yang masuk Indonesia. Telah dilakukan penelusuran genome sequencing (GS) sebanyak 1.500 hingga 1.800 tes per bulan. ”Hasilnya, belum ditemukan satu pun yang terdeteksi varian AY.4.2 itu,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers 10 November lalu.
Sementara itu, epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo turut angkat bicara. Ia minta semua pihak harus tetap waspada. Meski belum diketahui tingkat bahayanya, varian baru itu punya daya tular yang lebih tinggi. Apalagi, transmisi virus tidak bergantung pada jarak.
”Jauh dan dekat itu sama saja kalau yang kita omongkan ini virus. Misalnya, kalau ada orang Inggris yang terpapar, terus terbang ke sini, kita lengah, ya sudah bisa kemasukan,” paparnya. Namun, di dua negara tetangga tersebut belum terjadi transmisi lokal. Artinya, virus belum menyebar ke penduduk setempat.
Windhu merekomendasikan beberapa langkah pencegahan masuknya varian Delta Plus tersebut. Pertama, pintu masuk internasional harus benar-benar dijaga secara ketat. Baik darat, laut, maupun udara. Juga, masa karantina penumpang internasional harus ditambah.
Sebab, orang Malaysia yang terpapar varian baru itu baru pulang dari Inggris. Lalu, pada hari ke-5 masa karantina baru dites. Kemudian, langsung dideteksi dengan GS dan ditemukan subvarian AY.4.2 tersebut. ”Jadi, paling tidak masa karantina harus lima hari. Kalau bisa disesuaikan dengan masa inkubasi,” tegasnya.
Negara tidak boleh lengah lagi. Semua yang pulang dari luar negeri harus diawasi secara ketat. Ia juga menyarankan agar orang dari negara-negara yang sudah terpapar varian baru itu dilarang masuk Indonesia.
Langkah kedua, pemerintah harus memperbanyak melakukan GS. Sebab, varian baru tidak selalu datang dari luar. Tetapi, juga bisa bermutasi dari penduduk dalam negeri sendiri. ”Kalau bisa genome sequencing itu dilakukan secara terus-menerus. Itu sebagai bentuk kewaspadaan kita juga,” jelas Windhu. (Mohamad Nur Khotib)