Kekhawatiran Pemkot Surabaya tidak terjadi. Tunjungan Romansa tetap ramai di hari kedua tadi malam (22/11). Padahal biasanya jalan legendaris itu cuma ramai di akhir pekan saja.
Persetan orang bilang . Memang ku anak Lamkoar. Tak peduli. Oh yaa. Tak peduli hei..
Lantunan lirik dari Grup Musik Lamkoar itu terdengar nyaring di samping Toko Bata Jalan Tunjungan. Mereka menyetel keras volume mikrofon dan gitar akustik mereka.
Duo musisi itu dapat tempat cukup strategis. Di hadapan Lamkoar berjajar deretan cafe dan restoran yang sangat ramai pengunjung. Itulah salah satu pusat keramaian Jalan Tunjungan yang sedang naik daun setahun terakhir.
Beberapa orang duduk di trotoar untuk menikmati sajian musik gratis itu. Petugas yang berjaga membebaskan pengunjung duduk dimana saja.
Tunjungan benar-benar hidup malam itu. “Kayak di Braga Bandung,” ujar Andy Elektrik, vokalis The Lamkoar setelah menyelesaikan satu lagu ciptaan mereka sendiri.
STAN makanan produk UMKM di arena Tunjungan Romansa. (Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)Judul lagunya sama dengan nama grup mereka: The Lamkoar. Kata Andy, orang Surabaya lawas pasti tahu artinya. Yaitu anak durhaka.
Andy didampingi Tato Tara malam itu. Mereka sudah menjadi langganan acara pemkot. Biasanya, The Lamkoar main di taman-taman.
Selama pandemi, semua taman ditutup. Termasuk Taman Bungkul yang ada di pusat kota. Otomatis semua musisi jalanan sepi job.
Kini The Lamkoar sudah punya rumah berkreasi yang baru. Andy berharap Jalan Tunjungan akan ramai terus seperti tadi malam.
Selain the Lamkoar ada juga dua grup musik lain yang tersebar di sisi selatan. Mereka berkreasi di depan Tunjungan Elektronik Centre (TEC) dan gang Kampung Lawas Ketandan.
Ada juga enam manusia patung yang disebar di sepanjang jalan. Mereka meletakkan kardus untuk uang tips dari pengunjung yang ingin berswafoto.
ATRAKSI PANTOMIM Aditya Arie Christianto, anggota Sanggar Siwalan, yang mengambil tema pahlawan di Tunjungan Romansa tadi malam. (Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)Adhitya Arie Christianto adalah satu dari manusia patung itu. Ia menggunakan busana pejuang. Selama berjam-jam ia mematung sambil memasang mimik wajah datar. “Saya dari sanggar Siwalan,” katanya.
Siswa SMKN 12 Surabaya Jurusan Teater itu diajak sang guru untuk ikut berkreasi. Sepanjang satu setengah tahun pandemi, baru kali ini ia bisa turun ke jalan lagi.
Staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Tino Subangkit mengawasi para seniman. Wajahnya terlihat lega karena acara malam itu terhitung sukses. “Ini persiapannya lama,” katanya.