Bantu Korban Banjir di Lewoleba, Menyaksi Bung Karno di Pengasingan

Sabtu 27-11-2021,05:04 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

Sambil menjalankan kegiatan sosial ke Ende, Flores, saya sempatkan menikmati indahnya pulau tersebut. Menelusuri jejak sejarah tempat pengasingan bung Karno. Seperti petualangan.

Pada April 2021 lalu, Lewoleba, NTT diguncang banjir bandang. Saya dan komunitas Petarung Kehidupan bergegas membantu korban terdampak banjir. Perwakilan kami segera terbang ke sana. Termasuk saya.

Kegiatan sosial kami didukung oleh pihak Puspenerbal dari Angkatan Laut Surabaya. Bahkan kami disediakan pesawat militer sebagai sarana transportasi menuju Ende.

Maka pada 16 April, jam 6 pagi kami telah berkumpul di Puspenerbal. Berangkat pukul 8 pagi menuju Ende. Dalam perjalanan, kami sempat transit di Mataram selama satu jam. Sampai di Bandara Ende tepat pada pukul dua siang.

Saya dan beberapa teman lain dan pilot pesawat tersebut sempat berfoto di Bandara Ende dengan latar sebuah bukit yang menjulang. Entah bukit apa namanya.

Bergerak ke sisi utara, saya menuju Dermaga Ende. Berfoto dengan latar laut dengan latar sebuah pulau yang hijau serta awan bergulung-gulung menyelimutinya.

Tak berapa lama datang kawan-kawan dari komunitas Trash Hero menjemput kami untuk diantar ke Taman Baca Anak Merdeka di daerah Onekore, Ende. Perjalanan dengan sepeda motor memakan waktu 10 menit.

Saya sampai di Taman Baca Anak Merdeka. Di sana kami disambut kawan-kawan dari beberapa komunitas yang akan bergerak bersama kami untuk membantu korban banjir Lewoleba.

Selain Trash Hero, ada juga komunitas Borneo Rescue. Suasana taman baca itu sungguh menarik. Ruang terbuka dengan jajaran buku-buku yang terpasang di tiap raknya. Berada di sebelah rimbunan pohon pisang serta rumput hijau.

Saya dan kawan-kawan menginap semalam di sana. Lantas keesokan harinya, pukul 11 siang, kami berkendara bersama-sama menuju Larantuka.

Sebenarnya dari Onekore ke Larantuka memakan waktu 6 jam 30 menit. Namun kami berjalan dengan santai. Menyusuri jalanan yang menanjak-menurun dengan pemandangan bukit-bukit sepanjang NTT. Sesekali kami berhenti untuk beristirahat sambil menenggak kelapa muda yang dijajakan di kedai-kedai tepi jalan.

Kami sempat pula berhenti di sebuah bukit dengan rumput yang menguning. Namanya Bukit Cinta. Latarnya laut lepas dengan pemandangan pulau Ende yang hijau. Uniknya, kami berada di Ende, sedangkan di tengah pantai terdapat pulau yang bernama Pulau Ende.

Entah mengapa namanya serupa. Mungkin ketika zaman es, pulau itu masih menyatu dengan daratan yang  saya jejak. Sehingga ketika terpisah, namanya tetap sama. Mungkin.

Dari ujung Onekore sampai Larantuka, kami sampai sekitar pukul sembilan malam. Karena tak mungkin untuk meneruskan perjalanan ke Lewoleba, kami menginap semalam di rumah seorang kawan di sana.

Esoknya, pukul enam pagi kami berangkat menyeberang menuju Lembata. Menumpang perahu penyeberangan. Pemandangan gugusan pulau-pulau di NTT sungguh mengasyikkan. Air laut menderu, berdebur membentur badan perahu.

Tags :
Kategori :

Terkait