Semeru masih berstatus waspada. Rabu dini hari sekitar pukul 02.00 pagi (8/12), Semeru kembali mengeluarkan lava pijar, empat hari setelah erupsi. Hujan mengguyur Desa Sumberwuluh dan Desa Supiturang. Warga panik. Lahar dingin kembali membanjiri dusun-dusun yang ditelan abu vulkanik itu. Berikut kesaksian beberapa warga tentang tanda-tanda yang tampak sebelum Semeru meletus pada Sabtu (4/12) lalu.
Laporan: M. Nur Khotib dari Lumajang
SORE itu, Satimah sekeluarga sedang beraktivitas seperti biasanya. Fadli Thahaha, suaminyi, memberi makan kambing ternak di kandang belakang rumah. Fatimah, putrinyi yang berusia dua tahun itu nyenyak tidur di kamar. Putra, anak keduanyi, sedang bermain di depan rumah.
“Anak saya yang pertama sedang belajar kelompok di rumah temannya di Pasirian,” katanyi seusai melihat rumahnyi yang tertimbun abu di Dusun Kebondeli Utara, Kampung Renteng. Tanpa pertanda apa pun, tiba-tiba langit di Kampung Renteng gelap seketika. Semua warga panik. Berteriak-teriak dan lari berhamburan.
Saat itu juga, Fadli punya firasat Semeru meletus. Ia yang sedang asyik di kandang kambing ternaknya bergegas masuk rumah. Meminta Satimah membangunkan putrinya yang sedang tidur. Ia meneriaki Roni, anaknya, yang sedang bermain di depan rumah.
“Saya telepon anak saya yang sedang di Pasirian agar tidak pulang,” katanya. Ia langsung menyalakan motor. Membonceng istri dan dua anaknya. Meluncur ke tempat yang lebih aman.
Sekitar 10 menit, mereka tiba di Dusun Sumber Rejo. Kemudian berhenti karena merasa guguran awan panas tidak mengejarnya lagi. Namun, ia mendapat kabar bahwa rumahnya sudah ambruk tertimbun abu. “Kami semua kaget. Tidak ada yang menyangka,” terangnya.
Hal yang sama juga dialami Ahmad Gunawan. Ia tinggal di Dusun Kajar Kuning terdampak cukup parah. Jarak Semeru ke dusun itu begitu dekat. Sekitar 13 kilometer. Langit sore itu gelap. Padahal jam masih menunjukkan pukul 15.10.
“Tapi kayak udah jam 7 malam,” terangnya. Para tetangganya berlarian panik. Semua orang berteriak Semeru meletus. Gunawan segera menyalakan dump truck kuning miliknya. Ia mengangkat tujuh orang anggota keluarganya dan beberapa tetangga. Turun ke dusun yang lebih aman.
Ilham Ardinal, warga Dusun Kamar Kajang bernasib lain. Sekitar pukul 14.00 siang, ia, istri, dan bapak menantunya sedang menghadiri pesta pernikahan di Kecamatan Pasirian. Namun, bapak mertuanya memilih pulang duluan.
Tepat pukul 15.00 sore, Ilham ditelepon oleh bapak mertuanya. Dilarang pulang karena dikabari Semeru meletus. Ia bimbang dan ingin segera pulang. “Saya khawatir bapak-ibu mertua,” ungkapnya.
Sebab, rumah mereka tak jauh dari Gladak Perak yang ambruk itu. Hanya berjarak satu kilometer. Abu vulkanik sudah menutupi ruas jalan di depan rumahnya. Namun, tidak terlalu parah. Meski atap warung miliknya di depan rumah ambruk sebagian. “Alhamdulillah, mertua selamat. Rumah tetap aman,” ujarnya.
Dari kesaksian beberapa warga, guyuran abu begitu cepat. Banyak yang tak sempat menyelamatkan diri.
Seekor sapi mati milik warga Dusun Kebondeli Utara, Kampung Renteng, yang dikubur.(Foto: M. Nur Khotib-Harian Disway)
Lalu, apakah tidak ada tanda-tanda dan peringatan sebelum terjadi letusan itu? “Tiga hari sebelumnya sudah ada tanda-tanda,” jawab Kepala Desa Sumberwuluh Abdul Azis.
Ia menerima banyak laporan dari warganya. Beberapa di antaranya mengadu air di sungai mulai keruh. Menguning. Ada juga yang mengeluhkan hewan ternak mereka rewel. Lebih banyak menjerit dari hari-hari biasanya.