Di tengah lingkungan industri, Jalan Rungkut Industri Raya, Surabaya, terdapat sebuah galeri seni. Jumat siang itu (10/12), di sana diselenggarakan pameran lukisan pertama bertajuk Living in Harmony.
LALU lalang kendaraan besar, speaker pabrik dengan suara bising memberitahukan jam istirahat para buruh serta pemberitahuan-pemberitahuan lainnya.Apabila tak ada pohon besar yang berjajar di bagian tengah Jalan Rungkut Industri, mungkin suasana menjadi sangat tak nyaman.
Bagai oase di padang industri yang tandus, Jalan Raya Rungkut Industri II ternyata telah didirikan galeri seni rupa. Di dalam gedung PT Karya Mas Makmur yang memproduksi teh kemasan. Namanya Galeri Villa.
Ide pendirian galeri tersebut tercetus dari Ronald Sitolang. “Kecintaan saya pada dunia seni rupa tumbuh begitu saja, sejak membeli lukisan seorang seniman di Bali,” ujarnya.
Lukisan miliknya semula hanya menjadi pajangan di kantornya, yang juga tempat pabrik teh Villa. Kemudian Ronald mulai menggagas galeri seni di ruang tersebut. Pelukis yang ditunjuk sebagai pengisi pameran adalah I Made Gunawan, asal Bali.
Karya-karya Gunawan terpajang dari lantai satu hingga lantai dua. Menjadikan ruang kantor teh Villa milik PT Karya Mas Makmur tampak estetik. Terlebih, dalam karya-karyanya, Made mengetengahkan tema tradisi Bali.
Sekitar 30 karya menghiasi ruang pameran tersebut. Tajuknya Living in Harmony. “Bahwa kehidupan ini harus berjalan dengan harmonis, antara sesama, manusia dengan alam, juga dengan Tuhan,” ujar Made.
Kedekatannya dengan tradisi Bali serta latar belakangnya sebagai seniman, membuat lukisan-lukisan Made kental dengan nuansa dekoratif ala Bali.
Di sepanjang lorong lantai satu, naik tangga menuju lantai dua terdapat jajaran karya Made dengan mengetengahkan objek Makara. Yakni makhluk mitologi Hindu, perpaduan antara ikan, gajah, babi dan buaya. Makara dipercaya sebagai kendaraan Dewa Baruna, Dewa penguasa samudera.
Memasuki ruang utama pameran, karya-karya Made yang dipajang berukuran lebih besar. Banyak menampilkan objek-objek pohon yang mengalami deformasi (perubahan bentuk). Menjulang dan bentuknya lebar, dengan figur-figur masyarakat Bali dalam ranting-rantingnya.
“Bahwa masyarakat Bali dan adat-istiadat kami begitu menghargai alam,” terang perupa 48 tahun itu pada beberapa pengunjung. Kemudian ia menunjuk objek barong dalam lukisan berjudul Tree of Life #2.
Tentu para pengunjung tak asing dengan kesenian Barong di Bali. Made menyebut bahwa pembuatan topeng Barong memanfaatkan kayu yang diambil dari pohon. Namun sebelum proses pengerjaan, pembuat topeng melakukan ritual terlebih dahulu pada pohon yang akan diambil kayunya. “Tak boleh sembarangan. Ritual tersebut gunanya untuk meminta izin,” ujarnya.
Kedekatan tradisi Bali dengan alam dicitrakannya lewat pohon, juga berbagai figur dengan peranti ritusnya masing-masing. Bagi Made, bahasa verbal tak cukup untuk menuangkan pesannya tentang kesadaran merawat alam. Maka ia menuangkannya lewat bahasa visual.
Dalam ruangan tersebut, lukisan berukuran paling besar berada di sudut selatan. Judulnya Good Morning #3. Garis-garis biru melengkung seperti tak berpola, namun bila diamati dari jauh, garis-garis tersebut membentuk objek pegunungan. Lengkap dengan matahari yang memancar di tengah kedua puncaknya, sebagai gambaran suasana fajar.
Di antara garis-garis tersebut terdapat beberapa daun berukuran kecil dengan warna kuning keemasan. Memenuhi sebagian besar objek. Namun terdapat beberapa sisi yang dibiarkan kosong.
Seorang pengunjung bertanya-tanya tentang sudut kosong tersebut. “Mengapa tak dibuat penuh saja?,“ tanyanya. “Kalau penuh, secara komposisi akan terlihat ganjil. Kurang sedap dipandang karena terlalu ramai,” jawab Made.