Petunjuk Dewi Kwan Im lewat Syair

Kamis 16-12-2021,13:18 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Budaya Tionghoa menyimpan berbagai metode ramalan yang kerap jitu dalam memprediksi terjadinya berbagai hal di masa depan. Menyangkut hal apa pun. Salah satunya adalah ciamsi, yang dipraktikkan oleh Hanadi Soehardjo Hartono.

PATUNG Dewi Kwan Im berdiri tegak di halaman rumah bekas Hotel Himalaya, di Jalan Pandegiling, Surabaya. Di depannya, altar luar ruangan dengan ratusan lilin menyala. Di situlah letak bangunan Perkumpulan Rumah Doa Bersama Lotus. Tempat berkumpulnya umat berbagai agama yang rukun dan bertoleransi. 

Patung Dewi Kwan Im yang berada di depan bangunan merupakan simbol toleransi dan cinta kasih. Sang Dewi memang sangat dihormati oleh masyarakat Tionghoa, utamanya kalangan penganut Buddha. Dewi Kwan Im dikisahkan banyak memberi pertolongan kepada makhluk hidup, termasuk dapat memberi jalan terang tentang masa depan dan memandu langkah manusia melalui metode ciamsi .

Ciamsi telah lestari selama ribuan tahun, dan mengalami proses yang amat panjang,” ujar Hanadi, Dewan Penasihat kelompok Rumah Doa Bersama Lotus yang terletak di Jalan Pandegiling tersebut.

Arti ciamsi sebenarnya adalah puluhan gulungan kertas berisi syair-syair, yang jika diterjemahkan dan dimaknai, akan menggambarkan apa yang terjadi pada masa depan seseorang. “Praktiknya menggunakan ciam atau batang bambu, kemudian kiu ciam atau memohon pada ciam,” ungkap ayah satu anak itu.

Memohon pada ciam bukan berarti secara harfiah memohon pada bilah-bilah bambu. Namun memohon petunjuk kepada Dewi Kwan Im melalui perantaraan ciam tersebut.

Untuk menjalankan ramalan ciamsi , selain ciam, terdapat peranti-peranti tertentu. Salah satu di antaranya adalah poapoe, atau dalam bahasa mandarin disebut babei.  “Kalau saya menggunakan poapoe dari bahan kayu. Zaman dulu biasa memakai cangkang kerang,” ujarnya.

Sebelum menjalankan ciamsi , dua kayu poapoe yang berbentuk pipih seperti cangkang kerang terlebih dahulu dilemparkan. Jika dua benda itu dua-duanya menelungkup atau sisi tebalnya berada di atas, maka tandanya tak disetujui.

Jika dua benda itu dalam posisi keduanya terbuka, atau sisi cekungnya berada di bawah, maka artinya ditertawakan atau tak disetujui. Namun jika dua-duanya dalam posisi satu menelungkup dan satu terbuka, artinya direstui. “Saat itulah ciamsi boleh dilakukan,” terangnya.

Tak hanya ciamsi, poapoe biasa dilakukan untuk menentukan boleh tidaknya persembahyangan dalam agama Tri Dharma.

Seperti saat di dalam ruang ibadah Lotus, salah satu umat bertanya tentang rencana pendirian usahanya. Ia telah memiliki dua nama sebagai nama usahanya tersebut. 

Sebut saja nama usaha pertamanya adalah A. Sebelum di- ciamsi, Hanadi terlebih dahulu menatap patung Dewi Kwan Im. Ia berdoa meminta izin dan restu sang Dewi.

Poapoe dilemparkan. Hasilnya satu menelungkup, satu terbuka. Artinya disetujui. Lantas ia menggenggam wadah lonjong berisi bambu-bambu dengan warna merah di pucuknya. Wadah itu digoyang-goyangkan hingga satu batang bambu terlempar keluar. Ia menatap warna merah pada pucuk bambu tersebut, kemudian menyebut angkanya: 42.

Kemudian Hanadi mengambil buku cetakan bersampul kuning, berjudul Tjiamsi Peruntungan Kwan Im Hoed Tjouw. “Nomor 42 ya tadi,” tanyanya pada umat yang tak mau disebut namanya itu. Dijawab dengan anggukan.

Ia mencari-cari halaman 42 dalam buku tersebut. Terdapat syair berjudul It Tjie. Berikut potongan syairnya:

Naga dan macan seiringan menuju pegunungan / Kau tak usah berbalik belakang melihat saingan / yang pergi tak diketahui apakah ia cinta atau enggan.

Tags :
Kategori :

Terkait