Roodebrug Soerabaia akhirnya bisa menggelar napak tilas sejarah lagi kemarin (19/12). Kegiatan itu sempat mandek selama satu setengah tahun akibat pandemi. Sebanyak 30 peserta diajak menelusuri jejak Bung Karno di Surabaya. Mulai tempat lahir hingga menjadi presiden pertama Indonesia.
—-
DUA sopir kereta kelinci berteduh di bawah gerbang Tugu Pahlawan pukul 10.30 kemarin. Mereka langsung berdiri ketika melihat rombongan orang-orang berpakaian bak pejuang menuju ke area parkir. ”Ayo-ayo, wis wayahe budhal (Ayo, sudah waktunya berangkat),” kata sopir itu.
Komunitas Roodebrug Soerabaia sudah menyewa kereta alias sepur kelinci untuk kegiatan napak tilas kali ini. Pesertanya sangat dibatasi: cuma 30 orang. Mereka tidak berani membawa peserta lebih dari itu karena masih pandemi.
Koordinator acara, Satrio Sudarso, memegang pengeras suara. Ia minta semua peserta segera menempati tempat duduk masing-masing.
Tujuan pertama mereka adalah Kantor Pos Kebon Rojo yang ada di sisi utara Tugu Pahlawan. Kereta kelinci bergerak perlahan karena muatan penuh. Kecepatan hanya 15 kilometer per jam. Maklum, semua penumpangnya adalah orang dewasa.
Pukul 11.00 kurang 10 menit, rombongan tiba di gedung peninggalan Belanda yang kini jadi kantor pos. Presiden Soekarno pernah menimba ilmu di sana.
Di awal 1800-an gedung itu dipakai untuk kediaman bupati Surabaya. Karena itulah, daerah sekitar dinamai Kebon Rojo.
Pada 1881 gedung beralih fungsi menjadi Hogere Burgerschool (HBS). Itu sekolah setingkat SMA yang didirikan pemerintah Hindia-Belanda. ”Kalau merujuk pada ijazahnya, Bung Karno sekolah di sini tahun 1915–1921,” ujar Joe Pradana yang ditunjuk sebagai pemateri napak tilas.
Lalu, pada 1923, HBS itu pindah ke daerah Ketabang. Kini tempat tersebut jadi SMA Kompleks di Wijaya Kusuma. Gedung HBS lalu berubah fungsi jadi Hoofd Commissariaat van Politie atau Kantor Kepala Komisaris Polisi Surabaya hingga 1926.
Setelah itu, gedung direnovasi dan berganti fungsi sebagai Hoofdpostkantoor (Kantor Pos Besar) sampai saat ini. Renovasi dilakukan sampai 1928 oleh G.P.J.M. Bolsius dari Departmen Burgerlijke Openbare Werken (BOV) Batavia.
Arsitekturnya bergaya oriental klasik dengan bentuk atap yang melengkung setengah lingkaran. Ada hiasan kaca di berbagai sudutnya.
Rombongan lalu dibawa masuk ke berbagai ruangan. Dahulu pintu-pintu besi ruangan itu dihiasi ukiran logam Lambang Agung Kerajaan Belanda (Groot Rijkswapen). Kata pemandu dari Kantor Pos Lesutiono, logo itu sudah banyak dicuri. Sisa satu di ruang arsip. ”Di pasar gaib, harganya ratusan juta. Eh... Maksud saya pasar gelap,” guraunya.
Tempat itu juga terhubung dengan hall cukup luas. Dahulu tempat tersebut dipakai untuk kandang. Sebelum ada sepeda, tukang pos memang harus pakai kuda.
Joe Pradana menerangkan, Bung Karno menjadi salah satu murid yang menonjol di HBS. Di sekolah itu, Bung Karno juga sempat menjalin cinta dengan siswi-siswi keturunan Eropa.