Rombongan tidak bisa berlama-lama. Mereka harus menuju lokasi kedua: SDN Sulung. Kini namanya SDN Alun-Alun Contong.
Mampir ke sekolah lagi. Tapi, ini bukan sekolah Bung Karno. Ayahnya, Raden Soekeni Sosrodihardjo-lah yang pernah menimba ilmu di Hollands Indische School itu.
Ayah Bung Karno itu adalah golongan priayi yang memiliki pikiran terbuka. Karena itulah, Soekarno ia sekolahkan sampai tinggi.
Dari sekolah itu, kami beranjak ke selatan. Lokasi selanjutnya adalah rumah kelahiran Bung Karno di Jalan Pandean IV, Kelurahan Peneleh. Pemkot membelinya dengan harga Rp 1,5 miliar pada 2020 dan menetapkannya sebagai bangunan cagar budaya.
Di dalam rumah terdapat dua kamar tidur. Salah satunya adalah kamar tempat sang Proklamator dilahirkan.
Sejak 2020 orang-orang tidak lagi menyebut bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Seperti yang tertulis di website tropenmuseum.nl.
Siang itu cuaca makin panas. Rombongan beralih ke Gang Peneleh yang tidak jauh dari Pandean. Mereka mampir ke Rumah HOS Tjokroaminoto. Di tempat itu Bung Karno pernah indekos.
Banyak tokoh besar yang ditempa di Kampung Peneleh. Tokoh-tokoh pergerakan muda berkumpul di sana.
Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Semaoen yang mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) juga pernah tinggal di Peneleh. Ada juga Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo yang mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan Munawar Musso yang terlibat pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun.
Dulu rumah itu dibagi menjadi sepuluh kamar kecil. Sampai ruang lotengnya juga disewakan. Tidak ada kasur. Anak-anak kos tidur beralas tikar pandan.
Lokasi terakhir adalah Gedung Nasional Indonesia (GNI). Pada bagian dinding pendopo, terdapat plakat yang berisi kalimat Soekarno, bertanggal 17 Agustus 1961:
Kami bangsa Indonesia sadar, bahwa para pahlawan telah menjumbangkan bagiannja jang njata pada tertjapainja kemerdekaan nusa dan bangsa. Maka atas djasa para pahlawan itu bangsa Indonesia dengan penuh chidmat dan hormat mempersembahkan suatu bangunan sebagai tanda terima kasih dan penghargaan jang setinggi-tingginja....
Dari GNI, kereta kelinci melanjutkan perjalanan ke utara. Rombongan kembali ke titik awal: Tugu Pahlawan. (Salman Muhiddin)