KEMENTERIAN Pendidikan Tiongkok mengatakan bahwa mereka sukses mengurangi beban akademik siswa. Efeknya, lebih dari 80 persen tempat les tutup. Mereka pindah haluan ke bisnis lain. Tidak lagi menjadi tempat ’’pelarian’’ para siswa SD-SMP yang ingin mengejar nilai tinggi di sekolah.
Ini memang efek kebijakan Tiongkok sekitar tiga bulan silam. Mereka ingin para siswa tidak lagi mendapat beban terlalu berat di bidang akademik. Para siswa SD dan SMP tidak boleh lagi pulang dengan membawa PR dan tugas bertumpuk-tumpuk. Sebagai gantinya, tugas itu dikerjakan secara berkelompok di sekolah sembari menunggu orang tua menjemput.
Jam pelajaran juga dikurangi. Nah, sambil menunggu dijemput, para siswa bisa mengikuti ekstrakurikuler yang sangat beragam. Mulai sepak bola, basket, sepatu roda, atau teater dan tari.
Orang tua juga tidak boleh memasukkan anaknya ke lembaga-lembaga les di luar jam sekolah. Akibatnya, muncul ’’bisnis’’ baru. Bisnis ilegal. Yakni, guru les yang secara diam-diam datang ke rumah. ’’Guru les pasar gelap’’ ini menyasar orang tua yang masih berpandangan bahwa kesuksesan pendidikan diukur dari nilai tinggi di sekolah.
Namun, secara umum, lembaga les berkurang jauh. Lembaga daring berkurang 85,1 persen. Sedangkan lembaga offline hilang 83,8 persen. Menurut kementerian, lembaga les yang tersisa harus berubah menjadi institusi nirlaba yang materinya benar-benar berpatokan pada kurikulum nasional. Jika tidak mau, mereka harus benar-benar tutup.
Iklan-iklan lembaga tersebut juga tidak boleh lagi ditayangkan. Apalagi iklan yang mengajak orang berinvestasi di lembaga tersebut.
Hao Kuigang, wakil direktur Komisi Pendidikan Tianjin, mengatakan bahwa di kotanya sudah tidak ada lagi lembaga les online . Sedangkan lembaga offline sudah berkurang 92 persen pada Senin (20/12).
Demikian pula di Nantong, Provinsi Jangsu. Dari 775 lembaga les, kini tersisa 3 saja.
Lyu Yugang, Direktur Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Tiongkok, mengatakan bahwa hampir seluruh SD dan SMP memberi tambahan waktu dua jam bagi para siswa di hari sekolah. Mereka bisa memanfaatkannya dengan kegiatan apa pun yang diinginkan.
Survei kementerian menunjukkan bahwa 92,7 persen sekolah membuka kelas seni dan olah raga. Lalu, 88,3 persen sekolah punya klub baca setelah jam pelajaran.
Persentase siswa yang mengikuti kegiatan pasca pelajaran juga naik. Dari 49 persen menjadi 92 persen.
Lyu bilang, 73 persen orang tua mengatakan bahwa PR anak-anak mereka sudah jauh berkurang. Dan 85 persen mengaku puas dengan aneka kegiatan di sekolah setelah jam pelajaran. (Doan Widhiandono)