Gus Yahya dan Sandal Tertukar

Senin 27-12-2021,04:00 WIB
Editor : Redaksi DBL Indonesia

Gus Yahya maju ke ”pertarungan” muktamar membawa jargon: Menghidupkan Gus Dur. Kiai Said juga ”menjual” Gus Dur dengan jargonnya, Melanjutkan Perjuangan Gus Dur. Keluarga Gus Dur yang diwakili Zannuba Arifah Chafsoh alias Yenny Wahid mengambil sikap yang elegan. Berada di tengah. Siapa pun yang terpilih sama-sama murid Gus Dur. Menurut Mbak Yenny, dua tokoh itu sama-sama bisa menerjemahkan dan mengartikulasikan pemikiran Gus Dur.

Di belakang Gus Yahya ada operator ulung. Saifullah Yusuf dan Nusron Wahid. Dua tokoh itulah yang melakukan konsolidasi ke PW NU dan PC NU se-Indonesia agar memilih Gus Yahya. Belum lagi kekuatan pengaruh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Banyak ketua PC NU yang juga bekerja sebagai PNS di Kementerian Agama di daerah. Hasilnya, selisih suara Gus Yahya dan Kiai Said cukup jauh. Mencapai 124 suara.

Kiai Said pasti sudah memetakan dukungan di bawah. Namun, ia tetap maju meski tahu bakal kalah. Itu adalah teladan yang baik. Kiai Said telah mengajarkan kepada kita semua untuk berdemokrasi. Berbeda pilihan boleh. Namun, setelah pemilihan, semuanya menyatu kembali ke wadah organisasi. Tidak ada baper-baperan. Warga nahdliyin harus berterima kasih kepada Kiai Said atas apa yang dicontohkan beliau pada muktamar di Lampung. Tentu juga berterima kasih atas baktinya selama memimpin NU.

Bagaimana dengan PKB? Sepertinya PKB kesulitan untuk mengambil posisi dalam Muktamar ke-34 itu. Sikap PKB berbeda sekali dengan yang ditunjukkan saat Muktamar ke-33 di Jombang pada 2015. Kali ini anteng. Tidak kelihatan mendukung Kiai Said ataupun Gus Yahya. Juga, tidak terlihat menjaga jarak dengan Kiai Said dan Gus Yahya.

PKB secara institusi menjadi anak manis di muktamar. Meskipun, ada kadernya yang ke kubu Gus Yahya maupun Kiai Said. Sepertinya PKB benar-benar tidak enak hati kalau harus memihak salah seorang kandidat.

Selama era kepemimpinan Kiai Said, PKB memang seperti dimanjakan. PB NU selalu seiring sejalan dengan PKB. Apalagi, PKB berhasil menempatkan kadernya, A. Helmy Faishal Zaini, sebagai sekretaris jenderal PB NU. Semestinya PKB mendukung Kiai Said.

PKB tentu melakukan pemetaan di lapangan. Ketua Umum PKB A. Muhaimin Iskandar pasti tahu betul siapa yang bakal terpilih. DPC dan DPW PKB se-Indonesia pasti sudah memberikan laporannya. Suara dukungan ke Gus Yahya sulit dibelokkan lagi. Melihat peta suara, kalau mau pragmatis, PKB seharusnya mendukung Gus Yahya.

Tapi, bagi PKB, mendukung Gus Yahya akan melukai Kiai Said yang sudah menjadi ”bapak” yang baik kepada PKB selama dua periode. Tidak elok. Sebaliknya, mendukung Kiai Said tentu akan menjauhkan PKB dengan PB NU karena yang akan terpilih adalah Gus Yahya.

Satu fenomena lagi yang menarik dari terpilihnya Gus Yahya adalah latar belakang organisasi kemahasiswaan juru bicara kepresidenan di era Gus Dur itu. Gus Yahya adalah aktivis HMI. Pernah menjadi ketua HMI Komisariat Fisipol UGM tahun 1986–1987. Menggantikan guest editor Harian Disway Arif Afandi.

Makanya, begitu Gus Yahya terpilih sebagai ketua umum PB NU, beredar ucapan selamat kepada Gus Yahya di grup-grup WA HMI. Seolah-olah kemenangan Gus Yahya adalah kemenangan HMI juga. Sebagian berharap tokoh-tokoh HMI bisa berkiprah lebih luas di NU. Juga, tidak malu-malu lagi mengaku sebagai kader HMI.

Selama ini ”agak sulit” kader HMI menduduki jabatan struktural di NU. Baik di tingkat cabang, wilayah, maupun pusat. Apalagi, ada isu bahwa banyak kader HMI yang terlibat dalam pelengseran Gus Dur sebagai presiden. Sekali lagi itu isu. Jangan langsung dipercaya.

Tentu Gus Yahya selama ini lebih menonjol ke-NU-annya daripada ke-HMI-annya. Bahkan, saat HMI pecah gara-gara pemaksaan asas tunggal Pancasila oleh Orde Baru, Gus Yahya, Arif Afandi, dan pengurus HMI Fisipol UGM memilih membekukan diri karena tidak mau masuk ke pusaran konflik. Mereka lalu mendirikan Jamaah Musala Fisipol UGM.

Semoga Yahya C. Staquf benar-benar berhasil ”menghidupkan” kembali Gus Dur. Banyak warga nahdliyin yang kangen Gus Dur. Terutama humor-humor cerdasnya. (*)

 

*) Tomy C. Gutomo, pemimpin Redaksi Harian Disway, Pengurus Wilayah ISNU Jawa Timur

Tags :
Kategori :

Terkait