Di beberapa hotel dan apartemen di Bandung itulah, antara lain, hubungan seks Herry dengan para santriwati berlangsung.
Asep: "Lebih menyakitkan, ada saksi menceritakan, para santriwati itu juga diberi tugas membangun ponpes, untuk nembok, bahasa Sunda-nya, tukang aduk semen, pasir, untuk membangun yang diperintahkan pelaku.”
Ditutup: ”Jadi, lengkaplah sudah penderitaan para korban. Eksploitasi seks, juga eksploitasi fisik.”
Yang spesifik, modus awal. Seperti data KPAI yang diungkap Retno, modusnya ini:
Pelaku menjanjikan nilai tinggi. Dijanjikan jadi polwan. Pelaku minta dipijit korban. "Lalu, korban diraba-raba di bagian intim. Sebelum diperkosa."
Paling banyak adalah modus pijit. Korban Herry Wirawan awalnya juga diminta memijit Herry. Lalu, diperkosa. Dan, diteruskan berulang-ulang sepanjang lima tahun.
Modus pijit terbaru, yang belum masuk data KPAI, kasus di Ponpes Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku pengasuh ponpes inisial S. Korban, santriwati inisial M, 14.
Ayah korban M: ”Anak saya (M) cerita, sering di-WA (oleh S), terus disuruh mijit. Sewaktu anak saya mijit, pelaku megang alat vital dan payudara,” ungkap ayah M ke wartawan seusai melapor ke Polsek Sentolo, Kulon Progo, Senin (27/12).
Kepala Seksi Humas Polres Kulon Progo Iptu I Nengah Jeffry, kepada pers, Selasa (28/12), sudah menerima laporan kasus itu. Ia mengatakan:
"Kami sudah melakukan penyelidikan. Termasuk pemeriksaan para saksi. Antara lain, ibu korban, bhabinkamtibmas setempat, dan korban sendiri. Untuk alat bukti, kami telah mendapatkan hasil berupa screeenshoot chatting antara korban dan terlapor."
Kasus begini sulit dibuktikan karena terjadi di dalam kamar. Hanya ada pelaku dan korban. Sedangkan isi chatting WA hanya panggilan pelaku yang minta dipijit korban.
Kasus-kasus pelecehan seks atau pemerkosaan di ponpes mengkhawatirkan masyarakat. Jika diberitakan, itu berdampak buruk terhadap orang tua santriwati di mana pun berada. Mereka jadi ketir-ketir, memikirkan anak-anak mereka di ponpes.
Ada kritik agar kasus begini jangan diberitakan media massa.
Padahal, pemberitaan media massa menimbulkan efek jera bagi pelaku. Menghambat. Agar kasus serupa tidak terulang di tempat lain. Agar tidak jatuh korban lagi.
Maka, KPAI meminta Kementerian Agama mengeluarkan peraturan yang mencegah predator seks di ponpes. Di sekolah umum sudah ada. Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Permendikbud itu merupakan sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan, termasuk kekerasan seksual. "Kementerian Agama belum punya peraturan seperti itu," ungkap Retno.