Penamaan Alun-Alun Surabaya di kompleks Balai Pemuda menuai pro dan kontra. Pemerhati sejarah meminta nama itu dihapus karena banyak pakem yang diterobos.
ALUN-alun adalah ruang terbuka yang luas tanpa bangunan. Bentuknya persegi, dikelilingi persimpangan jalan. Biasanya ada pohon beringin yang ditempatkan di tengah-tengahnya.
Di sekelilingnya terdapat banyak berdiri bangunan penting. Biasanya terdapat pendapa bupati di sisi timur. Di arah berlawanan ada masjid agung. Pasar ada di selatan. Terkadang ada juga pengadilan dan penjara di sisi utara.
Mulanya alun-alun jadi tempat pengumuman, sayembara para bupati atau raja-raja kecil di Jatim atau Jawa Tengah. Alun-alun juga menjadi pusat latihan pasukan kerajaan, ibadah, hingga perekonomian.
“Sekarang Surabaya punya alun-alun baru. Dan ternyata semua pakem itu tidak dijadikan acuan,” kata pendiri Komunitas Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo kemarin (13/1).
Alun-alun juga berada di tempat terbuka. Bukan ruang bawah tanah.
Kuncar, sapaannya, khawatir penamaan alun-alun bakal menggerus nama Balai Pemuda yang memiliki sejarah panjang. Bukan tidak mungkin nama Balai Pemuda dilupakan.
Nama sebuah tempat bisa berubah seiring ingatan kolektif masyarakat. Ada banyak tempat penyebutannya tidak sesuai dengan nama aslinya.
Misalnya Jembatan BAT yang lebih sering disebut Jembatan Ngagel. Atau Jalan M. Noer yang sampai sekarang masih disebut Jalan Kedung Cowek.
Begandring sempat mewawancarai pengunjung Alun-Alun Surabaya. Banyak yang tidak tahu bahwa gedung yang berdiri di atas alun-alun itu bernama Balai Pemuda. Mereka sudah familiar dengan nama alun-alun karena sudah viral di medsos sebulan belakangan.
Kebanyakan mereka berasal dari luar kota. Saat mereka sudah familiar dengan nama alun-alun, maka 5 hingga 10 tahun ke depan, nama Balai Pemuda bisa sirna.
Harian Disway mencoba mewawancarai sendiri salah satu pengunjung Rabu (12/1). Ternyata benar. Orang sudah familiar dengan sebutan Alun-Alun Surabaya.
“Tahu dari Instagram,” kata Muhammad Khoiruddin Jalil yang datang dengan 7 anggota keluarganya. Pemuda 22 tahun itu rela menempuh perjalanan jauh dari Tuban untuk melihat alun-alun bawah tanah tersebut.
Harus diakui magnet Alun-alun Surabaya memang begitu besar. Unik. Karena inilah satu-satunya alun-alun di bawah tanah. Banyak wisatawan dari luar kota yang datang ke Surabaya hanya untuk mengobati rasa penasarannya.
Sayangnya jadwal buka alun-alun itu tidak jelas. Buka tutup selama sebulan terakhir. Banyak wisatawan yang kecele dan harus kembali dengan kecewa.