Jalil datang di waktu yang salah. Pemkot menutup Alun-Alun Surabaya itu. Pintu elevatornya dikunci dan dijaga petugas Satpol PP dan BPBD Surabaya.
Untungnya halaman Balai Pemuda tidak ikut ditutup. Jadi, Jalil dan keluarganya masih bisa berfoto bersama dengan latar belakang Balai Pemuda.
Direktur Surabaya Heritage Society (SHS) Freddy H. Istanto juga tidak setuju dengan penamaan Alun-alun Surabaya. Menurutnya pemkot perlu menghormati pakem alun-alun yang sudah terjaga ratusan tahun. “Tapi namanya tidak perlu diganti jadi Kompleks Balai Pemuda. Cari nama lain saja yang lebih kekinian,” kata dosen Arsitektur dan Interior Universitas Ciputra (UC) itu.
Menurutnya basement tersebut perlu mewadahi kebutuhan anak muda. Mulai dari co-working space, area e-sport, skate park, hingga ruang publik lain yang bersifat modern.
Sementara Balai Pemudanya dikembalikan ke fungsi awal: pusat kesenian dan kebudayaan. Gedung bergaya campuran neo gothic, renaissance, dan klasika romanika itu memang sepi pertunjukan sejak direvitalisasi.
Seniman kurang mendapat tempat. Pintu Balai Pemuda lebih sering ditutup. Bahkan sejak sebelum pandemi. (Salman Muhiddin)