PELARIAN Hadfana telah berakhir. Kini ia sedang menjalani pendidikan di balik jeruji besi Polda Jatim. Akibat tindakan konyol yang dilakukannya. Yakni, menendang dan membuang sesajen di lokasi bekas erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang beberapa waktu lalu.
Padahal, sesajen itu dimaksudkan sebagai doa dan permohonan. Dari warga lereng Semeru kepada Yang Mahakuasa. Hadfana sengaja meminta seorang teman merekam tindakannya itu. Menggunakan ponselnya sendiri.
Ada dua tindakan yang terekam di video tersebut. Pertama, tangannya menuding ke dua sesajen yang ada di pinggir aliran lahar. Sambil mengecam sesajen itu penyebab datangnya murka Tuhan.
Lalu, Hadfana mengambil satu sesajen di baki kotak untuk dilemparkan. Kemudian, satu sesajen di baki bundar ditendang. Dipungkasi dengan ucapan takbir. Baik oleh Hadfana maupun si perekam.
Berlanjut pada potongan video bagian akhir. Tangannya mengempaskan sesajen yang diletakkan di sebuah batu tempat ritual umat Hindu. Sesajen yang dibungkus daun itu pun jatuh berserakan.
Videoya langsung viral. Mendapat kritik keras dari netizen. Bahkan, DPD Prajaniti Hindu Indonesia melaporkan Hadfana ke polisi. Sebab, itu dinilai sebagai tindakan menista agama.
Berdasar laporan tersebut, Hadfana langsung diburu tim Polda Jatim. Ia ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim Kamis (13/1) malam. Di wilayah Bantul, Yogyakarta.
Tim itu bekerja sama dengan Polres Lumajang dan dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hadfana diamankan di rumahnya sendiri. Di sebuah gang di kawasan Banguntapan, Bantul.
"Saudara HF berhasil diamankan di daerah Bantul tadi malam. Sekitar pukul 22.30,” kata Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Gatot Repli Handoko Jumat (14/1) pagi. Pelaku langsung dikeler ke Polda Jatim untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Tindakan Hadfana dikenai dua pasal. Yakni, pasal 156 dan 157 KUHP.
Pasal 156 KUHP berbunyi: Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan penduduk negara Indonesia, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
Pasal 157 KUHP: Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan surat atau gambar, yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan, di antaranya terhadap golongan-golongan penduduk negara Indonesia. Bermaksud agar isi surat atau gambar itu diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim Kombespol Totok Suharyanto menegaskan, video itu direkam dengan handphone pribadi pelaku. Namun, temannya yang merekam tindakan tersebut.
"Usai merekam, pelaku langsung membagikan video tersebut ke grup WhatshApp (WA)," paparnya. Polisi juga mengamankan barang bukti. Di antaranya, sesajen, file rekaman video, dan HP tersangka.
Saat diperiksa, pelaku mengakui bahwa motif tindakannya hanya spontanitas. Alasannya, ritual sesajen itu tidak sesuai dengan pemahaman dan keyakinannya. Namun, kini pelaku sudah meminta maaf kepada masyarakat Indonesia. ”Untuk rakyat Indonesia yang saya cintai, kiranya apa yang kami lakukan dalam video itu dapat menyinggung perasaan Saudara, kami mohon maaf sedalam-dalamnya," ucapnya.
Lalu, apa sebetulnya yang terjadi di balik kasus itu?