Sementara itu, pembangunan JLLB ruas Sememi terus dikerjakan tahun ini. Pemkot telah membangun jalan layang di atas perlintasan kereta api. Yang sudah terbangun mencapai 325 meter. Sementara ruas yang belum terbangun mencapai 368 meter.
Jembatan layang itu juga harus dibangun di atas Jalan Sememi. Nah, rumah-rumah di sisi selatan itu juga belum dibebaskan.
Warga sudah diajak komunikasi sejak 2018. Pengukuran dan appraisal tuntas tahun itu. Namun sampai sekarang mereka masih menolak harga yang ditawarkan pemkot: Rp 3,5 juta per meter.
Masalah ini beberapa kali dibahas di Komisi C DPRD Surabaya. Namun sampai sekarang, warga masih belum mendapat kejelasan. “Masih ada 83 KK yang masih bertahan,” ujar Heri Suprapto, salah satu warga yang terdampak pembebasan lahan JLLB kemarin.
Ia sudah menanyakan persoalan ini ke Anggota Badan Anggaran DPRD Surabaya Mochammad Machmud. Katanya, anggaran pembebasan lahan JLLB sisi selatan belum masuk APBD 2022.
Artinya, warga harus menunggu lebih lama tanpa kejelasan. Mereka mempersoalkan appraisal yang tidak transparan dan menuntut agar perhitungan harga diulang dari awal.
Machmud mengatakan kondisi keuangan pemkot memang sedang seret selama pandemi. Banyak proyek mundur. Termasuk JLLB sisi selatan. “Tapi itu bukan jadi alasan untuk menggantung nasib warga,” kata politisi Demokrat itu.
Ia minta appraisal dihitung ulang. Selama pemkot masih mempertahankan appraisal 2018, ia yakin warga tidak akan mau melepas tanahnya. (Salman Muhiddin)