SHIN TAE-YONG (STY) hebat. Eks pelatih timnas Korea Selatan itu berhasil mencuri atensi fans sepak bola Indonesia. Ia mengerek Merah Putih hingga runner-up di Piala AFF 2020 di Singapura Desember lalu. Sudah lama negeri ini kehilangan national pride dari cabang olahraga sepak bola.
Sosok terakhir yang mempersembahkan national pride itu adalah Anatoli Polosin. Pelatih tanpa senyum asal Rusia tersebut mempersembahkan medali emas SEA Games 1991 di Filipina. Indonesia secara dramatis menang adu penalti 4-3 atas Thailand.
Untuk bisa mendapatkan medali emas itu, Polosin menerapkan strategi tangan besi. Robby Darwis cs digenjot latihan fisik superkeras. Begitu kerasnya latihan fisik itu, sampai-sampai beberapa pemain memilih kabur dari pelatnas.
Semenjak itu, sepak bola Indonesia nyaris jalan di tempat. Semenjak itu pula, tiga negara Indochina, yaitu Vietnam, Laos, dan Kamboja, yang dulu jadi bulan-bulanan dan lumbung gol Indonesia justru berhasil mereformasi diri.
Vietnam kini bahkan satu, dua, atau tiga tingkat di atas timnas. Lihat saja peringkat FIFA-nya. Vietnam kini menempati ranking ke-98 dunia. Thailand yang tadinya jadi raja Asia Tenggara justru menempati peringkat ke-115. Indonesia baru saja memperbaiki peringkatnya dari 164 jadi 160. Kenaikan itu ditopang hasil sebagai finalis di Piala AFF 2021 dan dua kali kemenangan dari uji coba melawan Timor Leste.
Bermodal peringkat ke-160, rasanya musykil menargetkan timnas tampil sebagai juara. Itu ilusi. Mimpi. Fatamorgana. STY tentu bukan tukang sulap.
Sepak bola Indonesia perlu perbaikan dari hulu hingga hilir. Sudah saatnya PSSI memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada STY berinteraksi dengan pelatih klub Liga 1 untuk melakukan transfer literasi ilmu sepak bola paling mutakhir. Tidak perlu semua pelatih. Cukup pelatih lokal. Toh, pelatih lokal di Liga 1 bisa dihitung dengan jari. Sebab, pelatih asing punya orientasi yang berbeda dengan pelatih lokal.
Pelatih asing hadir dengan target meraih juara. Karena dikejar target itulah, pelatih asing jelas butuh figur pemain yang siap pakai. Ruang berekspresi pemain muda jelas sangat terbatas. Hanya pemain yang punya kemampuan istimewa yang bisa mendapatkan menit bermain.
Karena itu, kita perlu mengacungkan jempol kepada pelatih Persebaya Aji Santoso. Pelatih asal Kepanjen, Malang, tersebut bisa melakukan sebuah lompatan besar. Visi dan misinya jelas. Ia ingin memajukan sepak bola Indonesia. Logikanya, ketika sepak bola Indonesia maju, jalan menuju juara hanya soal waktu. Artinya, sepak bola Indonesia butuh proses. Untuk membawa Persebaya ke papan atas, ia tidak hanya membeli bintang, tetapi melahirkan bintang.
Indonesia memang butuh pelatih ”bertangan besi” seperti Polosin atau STY. Disiplin tinggi adalah kunci keberhasilan, termasuk di dalamnya adalah literasi gizi. Karena itu, tidak usah kaget ketika pelatih STY mengharamkan pemain nasional mengonsumsi gorengan.
Di Eropa, para pemain profesional diharamkan mengonsumsi junk food. Tidak ada ampun bagi pemain yang mengonsumsi makanan cepat saji itu. Pemain sekelas Neymar saja tidak berkutik didenda 25 ribu euro karena tertangkap tangan makan burger. Mereka tidak peduli Neymar adalah megabintang.
Karena itu, mumpung ada pelatih STY yang berhasil mereformasi tim nasional, sudah saatnya PSSI juga melakukan reformasi diri. Salah satunya adalah sinkronisasi FIFA Matchday.
Tujuannya, menghindari bentrokan kepentingan antara klub dan tim nasional. Artinya, pada saat timnas Indonesia bermain, semua jadwal pertandingan lokal otomatis tidak ada.
Biarkan pemain yang dipanggil ke timnas melaksanakan tugas negara tanpa perlu khawatir terbentur dengan kepentingan klub. Sebaliknya, pemain yang tidak dipanggil ke timnas akan mendapatkan istirahat yang cukup. Mereka bisa menggunakan waktunya untuk memulihkan diri setelah bergelut dengan jadwal dan agenda kompetisi yang padat dan menguras fisik. Beri mereka kesempatan untuk ”menenangkan” diri dengan wisata, mengunjungi keluarga, istri, atau pacar agar bisa fit kembali setelah FIFA Matchday selesai.
Satu hal yang kerap kali diabaikan PSSI adalah persoalan cedera pemain. PSSI wajib memberikan kompensasi kepada klub yang pemainnya cedera tatkala memperkuat tim nasional.